
Insitekaltim, Samarinda – Sistem pendidikan nasional dinilai belum menyentuh kebutuhan riil masyarakat Kalimantan Timur (Kaltim). Pendekatan kurikulum yang masih sentralistik dinilai sebagai biang ketimpangan pembangunan sumber daya manusia (SDM), terutama di daerah-daerah kaya sumber daya alam namun tertinggal dalam kualitas SDM.
Hal ini disampaikan Anggota Komisi IV DPRD Kaltim Agusriansyah Ridwan yang menilai bahwa model pendidikan nasional saat ini belum mampu menyesuaikan dengan kekhasan dan potensi lokal di daerah. Ia menilai sistem pendidikan masih terlalu terpaku pada standar nasional yang tidak mempertimbangkan realitas lokal.
“Selama ini pendekatan pendidikan kita masih terlalu sentralistik, padahal tiap wilayah punya kebutuhan dan kekuatan masing-masing. Ketika pendidikan tidak relevan dengan realitas lokal, maka pembangunan pun berjalan timpang,” ucap Agusriansyah, Kamis, 31 Juli 2025.
Menurut politisi Fraksi PKS ini, pendidikan nasional semestinya disesuaikan dengan kondisi sosio-kultural dan ekonomi daerah. Ia menilai, banyak lulusan pendidikan di Kaltim yang tidak terserap dunia kerja karena keterampilan dan pengetahuannya tidak selaras dengan kebutuhan daerah.
“Pendidikan kita terlalu generik. Padahal di Kaltim, potensi sektor pertambangan, kehutanan, pertanian, hingga pariwisata berbasis budaya sangat besar. Kurikulum semestinya bisa mengarah ke sana,” ucapnya.
Ia menambahkan, kearifan lokal tidak boleh hanya dianggap sebagai warisan budaya, tetapi juga harus menjadi fondasi pendidikan yang membentuk karakter dan kompetensi anak didik sesuai dengan kebutuhan pembangunan wilayahnya.
“Ini bukan semata soal menjaga warisan leluhur, tapi bagaimana menjadikan kearifan lokal sebagai fondasi dalam menyiapkan generasi yang mampu menjawab tantangan pembangunan di wilayahnya sendiri,” jelasnya.
Agusriansyah juga menyoroti dominasi pemerintah pusat dalam merancang dan menentukan arah kebijakan pendidikan. Hal ini menyebabkan sekolah dan pemerintah daerah kehilangan ruang inovasi dalam menyusun kurikulum yang sesuai dengan tantangan dan potensi lokal.
Ia menyarankan agar pemerintah pusat memberi ruang lebih besar kepada daerah dalam menyusun kebijakan pendidikan yang adaptif dan berbasis kebutuhan riil masyarakat.
“Selama ini daerah hanya jadi pelaksana dari program yang ditentukan pusat. Harusnya ada ruang kolaborasi antara pemda, institusi pendidikan, dan komunitas lokal dalam merancang kurikulum dan sistem pembelajaran yang relevan,” katanya.
Agusriansyah menegaskan bahwa arah pembangunan SDM di Kaltim hanya akan efektif jika pendidikan mampu mencerminkan identitas, kebutuhan, dan kekuatan lokal. Tanpa itu, daerah hanya akan terus menjadi penyedia sumber daya alam tanpa kekuatan untuk mengelolanya sendiri.
“Pendidikan harus berangkat dari realitas yang ada. Ketika sistem pendidikan mampu mencerminkan identitas lokal, maka hasilnya tidak hanya mencetak lulusan berkualitas, tetapi juga memperkuat jati diri dan daya saing daerah,” tutupnya.