Insitekaltim, Samarinda – Pemberdayaan perempuan di Kalimantan Timur masih menghadapi tantangan serius. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) Kaltim tahun 2024 hanya berada di angka 61,40 poin, anjlok 7,55 poin atau 10,95 persen dibanding 2023.
Tak hanya itu, Indeks Pembangunan Gender (IPG) juga tertahan di level 87,46 poin, menandakan masih adanya kesenjangan nyata antara capaian pembangunan manusia laki-laki dan perempuan di Benua Etam.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kaltim, Sri Wahyuni, menegaskan kondisi ini perlu menjadi alarm bersama. “Keterlibatan perempuan dalam politik di Kaltim baru sekitar 12 persen. Padahal partisipasi politik merupakan indikator penting dalam pemberdayaan gender,”terangnya.
“Rendahnya angka ini salah satu penyebab turunnya IDG secara signifikan,” ujarnya dalam acara Diseminasi Hasil Survei Indikator Pendukung IPM, IPG, IDG, dan IKG di Kantor Gubernur Kaltim, Kamis, 18 September 2025.
Meski begitu, Sri Wahyuni menyebut ada catatan positif di sektor kesehatan dan pendidikan. Harapan hidup perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki, demikian pula harapan lama sekolah. Namun, rata-rata lama sekolah perempuan masih 10,2 tahun, belum mencapai standar lulus SMA.
Kesenjangan paling lebar justru terjadi pada aspek pendapatan per kapita. Di sejumlah daerah, perempuan tertinggal jauh dari laki-laki. Hal ini membuat capaian Kaltim tetap masuk kategori kesetaraan rendah.
“Kalau indeks gender mendekati 100, artinya laki-laki dan perempuan setara. Sayangnya, capaian kita masih rendah dan timpang,” tegas Sri Wahyuni.
Ia menekankan, indikator gender bukan sekadar angka statistik, melainkan potret nyata kondisi masyarakat. Karena itu, intervensi lintas sektor sangat dibutuhkan.
“Kalau kesenjangan ini terus dibiarkan, pembangunan manusia yang adil dan setara sulit tercapai. Semua perangkat daerah harus bergerak bersama, bukan hanya mengandalkan program sektoral,” pungkasnya.

