
Insitekaltim, Samarinda – Akses pendidikan dan kesehatan yang layak di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) menjadi sorotan tajam dalam pembahasan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kalimantan Timur.
Anggota Panitia Khusus (Pansus) RPJMD DPRD Kalimantan Timur, Agusriansyah Ridwan, menegaskan bahwa pembangunan di sektor ini harus menjadi prioritas utama, bukan sekadar wacana dalam dokumen perencanaan.
Pernyataan itu disampaikan Agusriansyah dalam rapat dengar pendapat bersama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kalimantan Timur, pada Jumat, 25 Juli 2025.
Dalam rapat tersebut, ia mendorong agar komitmen terhadap wilayah 3T tidak berhenti pada tataran konsep, melainkan diturunkan secara konkret dalam program-program pembangunan yang terukur dan berkelanjutan.
“Kami minta ini dimasukkan dalam RPJMD,” ujarnya tegas.
Menurut dia, kesenjangan pembangunan antara kawasan perkotaan dan wilayah pinggiran sudah berlangsung terlalu lama. Akibatnya, masyarakat di daerah 3T masih harus menghadapi hambatan besar dalam mengakses hak-hak dasar mereka, termasuk pendidikan dan layanan kesehatan yang memadai.
Ketimpangan ini, menurutnya, bukan hanya persoalan distribusi anggaran, melainkan juga soal keberpihakan dalam kebijakan.
Agusriansyah menilai bahwa ukuran keberhasilan pembangunan tidak cukup hanya dilihat dari angka pertumbuhan ekonomi atau derasnya investasi di sektor industri.
Sebaliknya, indikator yang paling penting adalah sejauh mana pembangunan mampu menjangkau dan memperbaiki kualitas hidup masyarakat, terutama mereka yang tinggal di daerah-daerah yang sulit dijangkau.
“Kalau anak-anak di perbatasan masih sulit sekolah dan ibu hamil harus menempuh perjalanan berjam-jam untuk mendapat layanan kesehatan, maka RPJMD kita belum berhasil menjawab persoalan dasar,” kata politisi dari Partai Keadilan Sejahtera itu.
Ia juga menyoroti pentingnya integrasi kebijakan lintas sektor dan lintas wilayah. Menurutnya, pendekatan pembangunan yang parsial justru memperbesar risiko kegagalan dalam menjawab kebutuhan riil masyarakat.
Oleh karena itu, koordinasi antara Pemerintah Provinsi dan pemerintah kabupaten/kota menjadi sangat penting agar pelaksanaan program tidak tumpang tindih dan tetap berfokus pada kebutuhan masyarakat.
“Bappeda harus menjadi lokomotif penggerak dan juga memastikan seluruh SKPD bergerak dalam kerangka yang sama,” tegasnya.
Lebih jauh, ia menegaskan bahwa semangat pembangunan yang berkeadilan bukan sekadar bagian dari janji politik yang kerap diucapkan menjelang pemilu.
Bagi Agusriansyah, hal itu adalah mandat konstitusi yang harus terwujud dalam kebijakan nyata dan dapat dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat di tingkat paling bawah.
Ia berharap, RPJMD Kalimantan Timur ke depan dapat dirancang dengan pendekatan yang lebih inklusif dan aplikatif. Tidak hanya memuat visi jangka panjang, tetapi juga mampu mempersempit kesenjangan antarwilayah, sekaligus meningkatkan kualitas hidup masyarakat tanpa membedakan lokasi dan latar belakang sosial mereka.
Dengan memastikan afirmasi terhadap wilayah 3T, Kalimantan Timur diharapkan mampu membangun fondasi pembangunan yang lebih adil dan merata, serta menjamin bahwa tidak ada satu pun warga yang tertinggal dari proses pembangunan. (Adv)