Reporter: Nada – Editor: Redaksi
Insitekaltim, Samarinda – Desa Bea Nehas, menjadi salah satu wilayah yang termasuk dalam program Forest Carbon Partnership Fasility – Carbon Fund (FCPF – CF) 2020 – 2024.
Dalam sejarahnya, desa ini berbentuk kerajaan yang hingga kini adat istiadatnya masih kental.
Disampaikan langsung oleh Kepala Lembaga Adat Desa Bea Nehas, Ledjie Be Leang Song, desa ini juga masih memiliki kasta.
“Kita di dalam budaya adat, tidak boleh menggunakan pakaian yang sembarangan. Kembali ke kasta, tiap kampung memiliki 8 kasta. Pembedaannya akan terlihat pada saat acara adat dan dalam tarian, dari situ kita bisa melihatnya,” ungkap Ledjie Be, Sabtu (14/12/2019).
Ia mengaku, disini untuk menjadi seorang Raja tidak tergantung gender.
“Disini semua memilih, ada musyawarahnya. Dan bisa saja yang berusia muda naik menjadi raja. Disini juga, perempuan bisa menjadi pemimpin, disebut Ratu,” katanya.
Terpilihnya Bea Nehas dalam projek FCPF – CF memberikan harapan tersendiri bagi masyarakat Bea Nehas.
“Kami mengambil bahan alam itu asalnya dari Hutan Adat, dan untuk kebutuhan. Berbeda dengan Hutan yang Dilindungi Adat, itu sama sekali tidak boleh diganggu gugat. Kami berharap, rekan-rekan semua mampu mencari jalan untuk menjaga hutan ini,” jelasnya.
Ia menyarankan, jika ada suka relawan yang ingin membantu, semoga ada tempat untuk bernaung.
“Tentu perlu diperhatikan, karena yang dijaga itu luas. Setidaknya ada tempat untuk duduk-duduk,” lanjutnya.
Stefani Long, Kepala Desa Bea Nehas juga memberikan tanggapan.
“Disini ada 2 air terjun yakni air terjun 53 dan 65, kalau bisa tolong dijadikan obyek wisata. Bangun jalan yang bagus agar pengunjung bisa menikmati perjalanan tanpa hambatan,” tuturnya.
Ia mengatakan, masyarakat sangat menyambut baik terpilihnya Bea Nehas dalam FCPF – CF 2020 – 2024.
“Jika sudah terpilih, semoga kita bisa menjaga secara bersamaan kedua hutan ini,” tutupnya.