Insitekaltim, Samarinda – Ketua Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia Andi Sofyan Hasdam menegaskan bahwa sejumlah isu krusial seperti pelaksanaan pemilu, mekanisme pilkada, pemekaran wilayah, serta revisi Undang-Undang Pemerintahan Daerah menjadi perhatian serius lembaganya.
Menurutnya, isu-isu tersebut dinilai sangat menentukan arah keberlanjutan demokrasi dan penguatan otonomi daerah di masa mendatang.
Pernyataan itu disampaikan dalam konferensi pers yang digelar di Kantor Perwakilan DPD RI Provinsi Kalimantan Timur di Samarinda, Selasa, 5 Agustus 2025.
Dalam kesempatan tersebut, Andi mengulas secara rinci konsekuensi dari keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan waktu pelaksanaan pemilu nasional dan daerah hingga jeda 2,5 tahun. Menurutnya, keputusan tersebut berpotensi menyalahi ketentuan konstitusi.
“Saya tidak tahu kenapa jedanya justru 2,5 tahun, tapi yang pasti ini bisa bertabrakan dengan amanat UUD yang mengatur pemilu setiap 5 tahun,” ujarnya.
Andi menilai, jika kebijakan itu diterapkan, maka masa jabatan kepala daerah bisa mencapai 7,5 tahun, dan itu menimbulkan pertanyaan besar terhadap konsistensi hukum serta prinsip akuntabilitas dalam sistem pemilihan umum.
Selain itu, Andi juga menanggapi wacana pengembalian mekanisme pemilihan kepala daerah melalui DPRD. Menurutnya, pandangan publik mengenai wacana tersebut sangat beragam.
Kalangan seperti Muhammadiyah, kata dia, cenderung mendukung karena menilai pemilu langsung belum efektif mengingat kualitas pemilih yang masih berkembang.
“Ini dilematis, kalau terus dibiarkan pemilu langsung, risikonya makin liar. Tapi kalau dikembalikan ke DPRD, publik bisa anggap kita mundur demokrasi,” ucapnya.
Komite I, lanjut Andi, secara khusus juga sedang membahas revisi terhadap Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Ia menilai bahwa regulasi tersebut terlalu banyak memangkas kewenangan daerah, terutama di sektor strategis seperti tambang, kehutanan, dan kelautan. Revisi ke depan, menurutnya, harus mengarah pada pengembalian fungsi-fungsi penting ke daerah.
“Zaman Orde Baru semua disedot ke pusat. Sekarang setelah reformasi, mestinya otonomi bukan hanya nama. Kewenangan juga harus dikembalikan,” tegas mantan Wali Kota Bontang itu.