
Insitekaltim, Samarinda – Peristiwa longsor yang terjadi di Dusun Tani Jaya, Kilometer 28, Desa Batuah, Kecamatan Loa Janan, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) belum juga mereda dari pusaran polemik.
Bencana ini bukan hanya meninggalkan kerusakan fisik pada puluhan rumah warga, tetapi juga membuka ruang debat yang kian lebar antara masyarakat, perusahaan tambang, dan pemerintah daerah.
Di tengah keresahan masyarakat yang terdampak langsung oleh bencana tersebut, Komisi III DPRD Kalimantan Timur mendorong agar PT Baramulti Suksessarana Tbk (BSSR) menunjukkan tanggung jawab, meskipun Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim menyatakan bahwa longsor dipicu oleh faktor geologis dan curah hujan ekstrem.
Dalam rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar di Gedung E DPRD Kaltim pada Senin, 2 Juni 2025, Komisi III mempertemukan berbagai unsur, mulai dari perwakilan masyarakat, pihak perusahaan tambang, hingga otoritas teknis.
Wakil Ketua Komisi III DPRD Kaltim Akhmed Reza Fachlevi menyampaikan secara tegas permintaan agar PT BSSR mengambil peran aktif dalam menyelesaikan persoalan yang muncul akibat longsor tersebut.
“Kami meminta PT BSSR untuk bertanggung jawab terkait dengan masalah dampak longsor ini,” kata Reza.
Reza menyebutkan, berdasarkan informasi dari warga, bencana longsor tersebut mengakibatkan kerusakan pada sedikitnya 29 unit rumah. Menyikapi situasi tersebut, Komisi III DPRD Kaltim berencana membentuk tim kajian lapangan yang akan melibatkan Dinas ESDM beserta pemangku kepentingan terkait guna melakukan verifikasi teknis atas penyebab kejadian secara menyeluruh.
Sementara itu, masyarakat menilai bahwa aktivitas pertambangan PT BSSR di wilayah sekitar merupakan penyebab utama bencana. Namun, hasil kajian teknis dari Dinas ESDM Kaltim memberikan kesimpulan yang berbeda.
Sementara itu, Kepala Dinas ESDM Kaltim Bambang Arwanto menjelaskan bahwa berdasarkan hasil investigasi awal, longsor terjadi akibat kondisi tanah yang tidak padat serta letak wilayah yang berada dalam formasi geologis rawan longsor, yaitu Formasi Kampung Baru, yang diperparah oleh tingginya intensitas curah hujan dalam beberapa waktu terakhir.
“Jarak titik longsor dari tambang sekitar 1,7 kilometer dan disposal area sejauh 726 meter, masih sesuai dengan batas aman menurut Permen ESDM Nomor 4 Tahun 2020,” terang Bambang.
Penjelasan tersebut diperkuat oleh Satria, penyidik geologi dari Dinas ESDM Kaltim. Menurutnya, lokasi longsor tidak berada pada elevasi yang sama dengan bukaan tambang, bahkan cenderung lebih tinggi dari lokasi tambang, sehingga kecil kemungkinan bahwa kegiatan pertambangan menjadi penyebab langsung dari longsor tersebut.
“Bukan tambang tidak berada di elevasi yang sama dengan lokasi longsor. Justru lokasi tambang lebih rendah sehingga kecil kemungkinan sebagai penyebab langsung,” kata Satria.
Kendati demikian, Komisi III DPRD Kaltim menilai bahwa aspek tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat terdampak tetap tidak boleh diabaikan. Usulan relokasi penduduk serta pengadaan lahan baru sebagai solusi jangka menengah turut disampaikan dalam pertemuan tersebut.
Menanggapi hal itu, perwakilan PT BSSR, Dani Romdhoni, yang menjabat sebagai Legal and License Compliance, menegaskan bahwa seluruh kegiatan pertambangan yang dilakukan perusahaan telah sesuai dengan ketentuan regulasi dan perizinan yang berlaku.
Ia menyatakan bahwa perusahaan telah memenuhi seluruh persyaratan teknis, termasuk dokumen studi kelayakan dan analisis dampak lingkungan (amdal), serta menjaga jarak aman terhadap permukiman warga.
“Kami punya studi kelayakan, amdal, dan menjalankan tambang sesuai aturan, termasuk memperhatikan jarak aman terhadap pemukiman,” kata Dani.
Komisi III DPRD Kaltim memastikan akan terus melakukan pengawasan terhadap perkembangan kasus ini. Jika di kemudian hari ditemukan bukti baru yang menunjukkan keterlibatan aktivitas pertambangan dalam bencana tersebut, DPRD tidak akan ragu untuk mengambil langkah hukum yang diperlukan.
“Kami akan verifikasi ulang. Jika ada bukti baru, maka akan kami tindaklanjuti secara tegas,” tegas Reza.
Sampai saat ini, masyarakat Dusun Tani Jaya masih berharap adanya kepastian dan solusi yang berpihak pada keselamatan serta keberlanjutan hidup mereka. Di tengah silang pendapat mengenai penyebab longsor, yang dibutuhkan bukan semata jawaban teknis, melainkan langkah nyata dari semua pihak untuk memulihkan kondisi sosial-ekonomi warga yang terdampak. (Adv)