Reporter: Akmal – Editor: Redaksi
Insitekaltim, Samarinda – Kisah singkat perjalanan masa lalu Wali Kota Samarinda Andi Harun, mulai dari prestasi sejak bangku sekolah menengah pertama (SMP) yang kerap mendapatkan peringkat hingga pernah menjadi seorang kuli bangunan selama tiga tahun.
Sejak dulu, pria yang kerap disapa AH ini seringkali mengikuti perlombaan yang berada di sekolah. Contohnya seperti tarik tambang, jalan menggunakan egrang bahkan perlombaan resmi seperti cerdas cermat.
AH yang tak pernah tertinggal soal ekstrakurikuler di sekolah mengaku pernah menjadi seorang aktor dalam pentas seni teater.
Ia mengaku, perlombaan yang kerap mendapatkan kemenangan biasanya cerdas cermat. Sehingga ia menerima hadiah yang cukup memiliki kenangan sampai sekarang.
“Selama sekolah saya selalu aktif, selalu ikut perlombaan, hadiah yang paling diingat itu sebuah alat tulis. Seperti buku, pulpen dan yang lainnya,” ungkapnya kepada Insitekaltim.com di Balai Kota Samarinda, Selasa (17/8/2021) malam.
Dibalik prestasi yang pernah ia raih, AH sempat disinggung soal kelengkapan seragam saat menempuh pendidikan. Dia menjelaskan, selama tiga tahun di bangku SMP terhitung baru dua kali dirinya ganti sepatu sampai lulus.
“Ya mau bagaimana lagi, orang tua saat itu sangatlah sederhana dan terbatas kemampuannya,” jelas AH.
Yang lebih menarik perhatian, di Kabupaten Sinjai, Provinsi Sulawesi Selatan, dulu aliran listrik belum masuk di kediamannya.
“Waktu saya sekolah di kampung, dulu belum ada listrik. Jadi belajar pakai botol atau kaleng isinya minyak dan dipakaikan sumbu. Tapi saya tetap berusaha, alhamdulillah selalu ada peningkatan,” paparnya.
Seperti anak pada umumnya, selepas pulang sekolah AH juga kerap bermain hingga azan magrib berkumandang. Ketika hari libur sekolah, AH sering kali turun membantu sang ibunda berdagang di pasar.
“Kadang saya temani ibu saya juga jualan kalau hari libur. Jual semacam bawang tomat, hari minggu ibu saya subuh sudah berangkat jadi saya temani ikut ke pasar sampai jam 11 baru pulang,” jelasnya.
Saat masuk perguruan tinggi, AH ternyata sempat menjadi seorang kuli bangunan sembari kuliah. Sama seperti SMP dulu, ketika libur AH selalu satu hari full ikut membantu tukang dengan bayaran yang murah.
“Kalau hari biasa tidak terlalu padat tugas, saya ambil setengah hari. Kalau tidak ada kegiatan, full saya ambil pekerjaan itu. Selama tiga tahun lamanya di Makassar,” kata AH.
Jadi ia tidak pernah sama sekali merasakan seperti mahasiswa pada umumnya yang nongkrong di warung kopi sambil bercerita.
“Zaman saya dulu gak pernah merasakan seperti itu, motivasi saya selalu dari orang tua. Intinya tidak terlalu memikirkan diri sendiri, yang terpenting kedua orang tua terlebih dahulu,” tandasnya.