Insitekaltim, Samarinda – Keberhasilan kakao Kalimantan Timur (Kaltim) menembus pasar Eropa menjadi penanda awal penguatan sektor perkebunan sebagai penopang baru perekonomian daerah.
Komoditas kakao lokal yang selama ini dikembangkan oleh petani di sejumlah kabupaten kini mulai dilirik pasar internasional, karena kualitas fermentasi dan cita rasanya yang khas sekaligus membuka peluang ekspor berkelanjutan dari Benua Etam.
Gubernur Kaltim Rudy Mas’ud menyebutkan, kakao lokal memiliki cita rasa yang mampu bersaing di pasar global. Pengalaman tersebut ia rasakan saat melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Kutai Timur.
“Saya saat kunjungan ke Kutai Timur disuguhi minuman cokelat dan rasanya nikmat. Ternyata hasil produk lokal dan kakaonya sudah jadi komoditas ekspor,” ujarnya di Kantor Gubernur Kaltim beberapa waktu lalu.
Salah satu capaian penting datang dari Kampung Merasa Kabupaten Berau. Kakao fermentasi dari wilayah tersebut telah melakukan ekspor perdana ke Jerman dan dikirim ke pabrik cokelat Urwald Schokolade.
Meski volume pengiriman masih terbatas, ekspor ini menjadi bukti bahwa kakao Kaltim telah diterima di pasar Eropa.
Selain Berau, kakao dari Kabupaten Kutai Timur juga diminati sejumlah negara Eropa seperti Jerman dan Prancis, serta Turki yang mulai terbuka sebagai pasar baru melalui kegiatan business matching.
Pemprov Kaltim berharap, sektor perkebunan mampu menjadi penggerak utama perekonomian daerah, seiring upaya mengurangi ketergantungan terhadap sumber daya alam tidak terbarukan seperti migas dan batu bara.
Sementara itu, Plt Kepala Dinas Perkebunan Kaltim Ahmad Muzakkir menjelaskan, Program Unggulan Jospol 1 diarahkan pada hilirisasi industri pertanian.
“Program ini fokus pada peningkatan dan perluasan areal tanam berbasis pertanian modern untuk mendorong nilai tambah komoditas perkebunan,” jelasnya.
Ia menambahkan, komoditas potensial yang dikembangkan sebagai bahan baku industri meliputi karet di Kutai Kartanegara dan Kutai Barat, kopi di Kutai Kartanegara, Kutai Barat, dan Paser, aren di Kutai Kartanegara dan Kutai Barat, serta kakao di Kutai Kartanegara, Kutai Barat, dan Berau.
Saat ini, luas areal kakao di Kaltim mencapai sekitar 5.852 hektare dengan jumlah petani sekitar 5.683 kepala keluarga. Harga kakao biji kering di tingkat petani berada pada kisaran Rp35.000 hingga Rp38.000 per kilogram, membuka peluang peningkatan kesejahteraan melalui penguatan hilirisasi dan akses pasar ekspor.

