Insitekaltim,Bandung – Ketua Umum Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Teguh Santosa meraih gelar doktor bidang hubungan internasional dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung dengan disertasi bertajuk “Reunifikasi Korea Dengan Keterlibatan Multipihak: Suatu Studi Melalui Game Theory”.
Disertasi ini mengupas kompleksitas proses reunifikasi Semenanjung Korea dengan pendekatan teori permainan, menggambarkan bagaimana dinamika internal Korea Utara dan Korea Selatan serta keterlibatan negara-negara lain seperti Amerika Serikat, Jepang, China dan Rusia memengaruhi peluang tercapainya perdamaian di kawasan tersebut.
Teguh Santosa resmi menyandang gelar doktor dalam bidang hubungan internasional dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung.
Gelar tersebut diraih setelah mantan Wakil Presiden Confederation of ASEAN Journalist (CAJ) ini berhasil mempertahankan disertasinya dalam ujian promosi doktor di Gedung Pascasarjana FISIP Unpad pada Sabtu (6/7/2024).
Disertasi Teguh tersebut mendapat perhatian khusus dari tim penguji yang terdiri dari Prof Mohammad Benny Alexandri, Taufik Hidayat, PhD dan Dr Arifin Sudirman.
Tim promotor yang mendampingi Teguh dalam penyusunan disertasi ini adalah Prof Arry Bainus, Prof Widya Setiabudi Sumadinata dan Dr Wawan Budi Darmawan. Setelah melalui proses ujian yang ketat, Teguh dinyatakan lulus dengan predikat yudisium sangat memuaskan.
Perjalanan akademik Teguh dimulai dari pendidikan S1 yang juga diselesaikannya di Universitas Padjadjaran. Ia kemudian melanjutkan studi S2 di University of Hawaii at Manoa, Amerika Serikat.
Judul disertasi yang diangkatnya memaparkan proses dan isu reunifikasi Semenanjung Korea yang telah berlangsung selama tujuh dekade sejak berakhirnya Perang Dunia Kedua.
Teguh menjelaskan bahwa selain dinamika domestik di Korea Utara dan Korea Selatan, proses reunifikasi Semenanjung Korea sangat dipengaruhi oleh keterlibatan pihak internasional.
“Reunifikasi Semenanjung Korea lebih mudah dibicarakan jika hanya melibatkan Korea Selatan dan Korea Utara, meskipun ada tantangan dan perbedaan ideologi serta politik di antara keduanya,” papar Teguh.
Namun, keterlibatan negara-negara lain seperti Amerika Serikat, Jepang, Republik Rakyat China dan Rusia menjadikan wacana reunifikasi ini lebih kompleks. Teguh juga menyinggung perkembangan terbaru di mana pada pertengahan Januari lalu, pemimpin Korea Utara Kim Jong Un meminta agar gagasan reunifikasi dihapus dari Konstitusi Korea Utara. Hal ini disebut Teguh sebagai proposal “two states solution” atau solusi dua negara.
Menurut Teguh, jika proposal ini diikuti oleh Korea Selatan dengan menghapuskan reunifikasi dari Konstitusi Korea Selatan, kedua negara dapat melangkah menuju perdamaian permanen dan hidup berdampingan secara damai.
Mantan Ketua Bidang Luar Negeri Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) itu juga menekankan bahwa perdamaian di Semenanjung Korea bukan hanya tanggung jawab Korea Utara, tetapi juga tanggung jawab kedua Korea dan masyarakat internasional.