
Insitekaltim, Samarinda –Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Kalimantan Timur menyoroti sejumlah persoalan mendasar dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2012 mengenai Pembentukan PT Penjaminan Kredit Daerah Kalimantan Timur (Jamkrida).
Dalam Rapat Paripurna ke-29 DPRD Kaltim yang digelar Jumat, 8 Agustus 2025, Fraksi PKS menegaskan bahwa dukungan terhadap revisi perda harus dibarengi dengan penguatan substansi, transparansi, dan keberpihakan nyata pada sektor usaha mikro dan kecil.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh juru bicara Fraksi PKS, Agusriansyah Ridwan yang menyampaikan pandangan fraksinya secara lugas dan kritis terhadap usulan perubahan regulasi tersebut.
Menurutnya, eksistensi PT Jamkrida sebagai badan usaha milik daerah (BUMD) semestinya diarahkan untuk mendukung agenda pembangunan ekonomi berbasis kerakyatan.
Hal itu utamanya diwujudkan melalui perluasan akses pembiayaan bagi pelaku usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi (UMKMK), yang selama ini kerap menghadapi hambatan permodalan di sektor keuangan formal.
Fraksi PKS secara prinsip mendukung revisi Perda Jamkrida apabila memang dimaksudkan untuk memperkuat aspek legalitas dan operasional perusahaan tersebut, serta memperluas kapasitas penjaminan kreditnya.
Namun, Agusriansyah menekankan bahwa pembahasan revisi tidak bisa dilakukan secara serampangan dan harus disertai dengan pengkajian menyeluruh terhadap efektivitas lembaga ini selama beroperasi.
“Namun, kami menilai bahwa terdapat sejumlah aspek yang perlu kami tanyakan serta dikaji secara lebih kritis dan transparan,” ujarnya di hadapan forum paripurna.
Fraksi PKS mengajukan sederet pertanyaan mendasar yang menyentuh langsung pada kinerja dan dampak operasional PT Jamkrida.
Pertama, sejauh mana capaian dan jangkauan program penjaminan kredit yang selama ini telah dijalankan? Apakah pelaku UMKMK di seluruh kabupaten dan kota, termasuk wilayah-wilayah tertinggal dan pedesaan, telah memperoleh akses terhadap layanan penjaminan tersebut?
Pertanyaan lain yang juga menjadi perhatian Fraksi PKS menyangkut aspek tata kelola keuangan lembaga. Mereka menyoal bagaimana bentuk transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana penjaminan.
Apakah saat ini telah tersedia sistem pelaporan yang terbuka untuk publik dan dapat diaudit secara independen secara berkala?
Tak hanya itu, Agusriansyah juga menggarisbawahi pentingnya memperluas kolaborasi strategis, khususnya dengan lembaga keuangan berbasis syariah.
Menurutnya, kerja sama semacam ini akan menjadi langkah relevan untuk menjawab kebutuhan sebagian besar pelaku UMKM di Kalimantan Timur yang memiliki preferensi terhadap sistem keuangan syariah.
“Hal ini penting mengingat banyak pelaku UMKM di Kaltim memiliki preferensi terhadap sistem pembiayaan syariah,” tegasnya.
Dalam pandangan Fraksi PKS, kehadiran PT Jamkrida sebagai BUMD tidak boleh berhenti pada aspek administratif dan struktural semata. Mereka mendorong agar lembaga ini benar-benar hadir secara nyata dan menyentuh kebutuhan masyarakat kecil yang menjadi tulang punggung ekonomi daerah.
“Oleh karena itu, kami mendorong agar revisi perda ini disertai dengan kebijakan afirmatif yang mendorong perluasan manfaat, peningkatan kapasitas, serta evaluasi kinerja secara berkala,” katanya.
Terkait dengan proses pembahasan regulasi, Fraksi PKS mengingatkan pentingnya menempatkan prosedur legislasi sesuai dengan norma yang berlaku. Dalam hal ini, mengacu pada Pasal 24 Tata Tertib DPRD Provinsi Kalimantan Timur, apabila perubahan substansi dalam sebuah Perda tidak mencapai 50 persen, maka mekanisme pembahasannya dapat dilakukan di tingkat Komisi.
Fraksi PKS berpendapat bahwa draf perubahan Raperda Jamkrida yang mereka terima tidak mengandung perubahan lebih dari separuh isi substansi aturan sebelumnya. Dengan demikian, pembahasannya tidak mesti melalui pansus, melainkan cukup dilakukan oleh komisi terkait yang membidangi urusan ekonomi dan keuangan.
Agusriansyah menambahkan bahwa proses legislasi tidak boleh kehilangan dimensi partisipatif dan akuntabel.
Ia menggarisbawahi perlunya membuka ruang partisipasi seluas mungkin kepada publik, akademisi, pelaku usaha, serta pihak-pihak yang berkepentingan terhadap substansi regulasi ini.
Fraksi PKS menekankan bahwa pembentukan dan revisi regulasi daerah seyogianya tidak menjadi proses normatif belaka. Perda tidak sekadar berfungsi sebagai instrumen administratif, melainkan harus menjelma sebagai payung hukum yang mampu menjawab kebutuhan masyarakat dan memperbaiki tata kelola ekonomi daerah secara menyeluruh.
“Kami tidak ingin agar raperda ini hanya menjadi regulasi administratif semata, melainkan harus mampu menjelma menjadi payung hukum yang memiliki keberpihakan serta memberikan dampak nyata bagi perbaikan tata kelola lingkungan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat Kalimantan Timur secara berkelanjutan,” pungkasnya. (Adv)