
Insitekaltim, Samarinda – Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) Firnadi Ikhsan menanggapi isu yang sedang hangat diperbincangkan, yakni wacana pemindahan jalur angkutan alat berat tambang dari jalan darat ke jalur sungai.
Wacana ini sebelumnya disampaikan oleh Gubernur Kalimantan Timur Dr H Rudy Mas’ud sebagai bentuk penataan ulang lalu lintas logistik pertambangan demi menjaga infrastruktur jalan umum. Menurut Firnadi, gagasan tersebut memang menjadi harapan banyak masyarakat.
“Saya kira itu memang satu-satunya yang dipikirkan masyarakat. Kalau ikuti alurnya, ya kami setuju dengan itu, karena memang bagaimana kita melihat jalan yang dibangun dengan dana APBD atau APBN, harapannya kan bisa dinikmati semua rakyat. Tapi kenyataannya, baru saja selesai dibangun, rusak lagi karena beban kendaraan tambang dan sawit yang sangat besar,” ujarnya usai Rapat Paripurna ke-21 pada Selasa, 1 Juli 2025, di Ruang Utama DPRD Provinsi Kalimantan Timur.
Lebih lanjut, Firnadi menjelaskan bahwa sudah sejak lama ada dua pendekatan yang coba dilakukan pemerintah untuk mengatasi persoalan tersebut. Pertama, pendekatan regulatif, yaitu dengan membatasi tonase kendaraan yang melintasi jalan umum.
“Pendekatan ini sudah pernah dicoba, tapi memang tidak berjalan lama. Padahal idenya cukup baik, semua kendaraan bisa lewat, asalkan tonasenya sesuai dengan kekuatan jalan. Tapi faktanya, itu tidak bertahan,” ucapnya.
Pendekatan kedua, menurut Firnadi, adalah kebijakan jalur khusus bagi kendaraan tambang dan sawit.
“Kalimantan Timur bahkan sudah pernah mengeluarkan aturan bahwa angkutan tambang dan sawit harus menggunakan jalur khusus. Tapi ya itu, hingga sekarang belum berjalan juga di lapangan,” tambahnya.
Terkait usulan baru dari Gubernur Rudy Mas’ud agar jalur transportasi dialihkan ke sungai, Firnadi menilai hal itu sebagai solusi ideal. Namun, ia juga menekankan perlunya kesiapan dari berbagai pihak dan kejelasan konsep pelaksanaannya.
“Kalau sekarang idenya lewat sungai, ya memang itu yang diinginkan. Tapi nanti di sungai juga pasti ada masalah baru, seperti lalu lintas sungai dan dampaknya ke masyarakat sekitar,” ujarnya.
Ia menyebut, DPRD Kaltim saat ini masih menunggu konsep konkret dari pemerintah provinsi terkait skema pengalihan jalur tersebut.
“Kami menunggu konsep itu diturunkan secara nyata. Seperti apa bentuk pengaturannya di lapangan. Sampai sekarang kami juga belum mendengar tanggapan dari para pengusaha, apakah mereka siap atau tidak menjalankan itu,” jelasnya.
Firnadi juga menekankan bahwa kedua pendekatan sebelumnya yaitu pengaturan tonase dan jalur khusus pernah dicoba, dan sudah ada dasar hukum maupun kebijakan daerahnya. Oleh karena itu, pelaksanaan ide pemindahan ke jalur sungai harus benar-benar mempertimbangkan pelajaran dari upaya-upaya sebelumnya.
“Jangan sampai ini hanya jadi wacana saja, tanpa realisasi. Kalau memang sungai jadi solusi, ya mari kita lihat realisasi di lapangan seperti apa arahnya nanti,” tegasnya.
Sebagai penutup, Firnadi mengajak semua pihak untuk duduk bersama dan memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil benar-benar berpihak pada kepentingan masyarakat luas.
“Jalan umum itu dibangun untuk rakyat. Jangan sampai rakyat tidak bisa menikmatinya karena rusak terus menerus oleh kendaraan industri berat. Kita ingin solusi yang adil dan berkelanjutan,” pungkasnya.