
Insitekaltim, Samarinda – Fraksi Partai Gerindra DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) mendukung dua rancangan peraturan daerah (raperda) yang diajukan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur terkait badan usaha milik daerah (BUMD). Kedua regulasi yang diajukan diharapkan tidak berhenti pada pembaruan administratif, tetapi berdampak langsung pada penguatan UMKM dan peningkatan pendapatan asli daerah (PAD).
Dua raperda tersebut disampaikan dalam Rapat Paripurna ke-29 DPRD Kaltim, Jumat, 8 Agustus 2025, di Gedung Utama (B) DPRD Kaltim, yang membahas pandangan umum fraksi-fraksi terhadap dua Raperda inisiatif pemerintah provinsi: Perubahan Ketiga atas Perda Nomor 11 Tahun 2009 tentang Perseroan Terbatas (PT) Migas Mandiri Pratama Kaltim dan Perubahan Kedua atas Perda Nomor 9 Tahun 2012 tentang Perseroan Terbatas Penjaminan Kredit Daerah Kaltim.
Fraksi Gerindra melalui juru bicaranya, Abdul Rakhman Bolong memberikan apresiasi atas upaya pembaruan regulasi yang mengatur dua BUMD tersebut. Salah satu fokus utamanya adalah penyesuaian dengan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah.
PT Migas Mandiri Pratama Kalimantan Timur merupakan BUMD yang didirikan sebelum regulasi nasional terbaru diberlakukan. Perubahan terhadap perda ini dinilai penting untuk memastikan keberlanjutan operasional dan kepatuhan terhadap prinsip tata kelola yang baik.
“Perubahan ini diharapkan mendorong perusahaan untuk lebih optimal dalam pengelolaan sumber daya alam dan memberikan kontribusi nyata bagi kesejahteraan masyarakat,” ujar Abdul Rakhman Bolong di hadapan forum paripurna.
Fraksi Gerindra juga memandang bahwa keberadaan BUMD di sektor migas harus selaras dengan strategi pembangunan daerah. Efisiensi manajemen dan akuntabilitas publik menjadi bagian yang tidak bisa diabaikan.
Selain PT Migas Mandiri, raperda kedua yang menjadi perhatian adalah revisi terhadap Perda tentang Penjaminan Kredit Daerah. Fraksi Gerindra memandang bahwa BUMD ini memegang peranan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi sektor mikro dan kecil di Kalimantan Timur.
“Kelemahan utama UMKM dan koperasi terletak pada akses permodalan. BUMD penjaminan kredit harus hadir sebagai solusi konkret atas masalah ini,” kata Abdul Rakhman.
Ia menambahkan, kegiatan penjaminan kredit harus diarahkan untuk membantu petani, nelayan, pelaku usaha kecil, dan koperasi. BUMD tidak boleh terjebak dalam aktivitas bisnis yang bersifat spekulatif atau hanya menguntungkan secara finansial, tetapi lemah secara sosial.
Gerindra juga mengingatkan pentingnya BUMD sebagai instrumen penggerak ekonomi lokal. Selain menciptakan manfaat ekonomi secara langsung, BUMD harus mampu menyumbang PAD secara konsisten.
“Dengan pengelolaan yang tepat, BUMD dapat menjadi salah satu sumber pembiayaan pembangunan daerah yang tidak tergantung pada transfer dari pusat,” tuturnya.
Sebagai langkah tindak lanjut, Fraksi Gerindra mendorong agar pembahasan detail dua Raperda ini dilakukan secara lebih teknis melalui panitia khusus (Pansus) DPRD yang membidangi. Menurutnya, pembahasan di tingkat pansus akan memungkinkan pendalaman materi regulasi secara lebih komprehensif dan tepat sasaran.
“Pansus diharapkan mampu menggali lebih dalam aspek strategis dari dua Raperda ini, agar hasil akhirnya bukan sekadar perubahan teks hukum, tetapi kebijakan yang hidup di tengah masyarakat,” ujarnya.
Fraksi Gerindra juga menyoroti perlunya pembuatan kebijakan berbasis data dan kebutuhan riil masyarakat. Penyesuaian regulasi diharapkan memperkuat kelembagaan BUMD agar lebih adaptif, transparan, dan akuntabel.
“Keberhasilan BUMD tidak ditentukan oleh besar kecilnya modal, tetapi oleh kemauan politik, kapasitas manajemen, dan kontrol publik yang kuat,” tambahnya.
Rapat paripurna tersebut menjadi tahapan awal dalam proses pembentukan kebijakan strategis daerah. Kedua Raperda tersebut berpotensi menjadi pijakan penting untuk menata ulang peran BUMD dalam pelayanan publik, penguatan sektor riil, dan perluasan ekonomi lokal berbasis potensi daerah.
Fraksi Gerindra berharap agar produk hukum yang dibentuk benar-benar berdampak, tidak berhenti sebagai kewajiban administratif.
“Setiap perda seharusnya menjawab kebutuhan warga dan membuka ruang untuk keadilan ekonomi. Kami berharap dua perda ini mampu menjawab tantangan itu,” tutup Abdul Rakhman.