
Insitekaltim, Samarinda – Konflik batas wilayah Dusun Sidrap antara Kota Bontang, Kabupaten Kutai Timur (Kutim) dan Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) memasuki tahap krusial. DPRD Kalimantan Timur mendorong verifikasi lapangan sebelum Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan keputusan final atas judicial review yang diajukan Pemerintah Kota Bontang.
Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud dalam rapat mediasi di Kantor Badan Penghubung Kalimantan Timur, Jakarta, Kamis 31 Juli 2025 meminta pengecekan langsung ke Sidrap. Kondisi di lapangan menunjukkan masyarakat Sidrap lebih mengakses layanan publik dari Bontang dibanding Kutim.
“Jarak tempuh menjadi alasan utama masyarakat Sidrap lebih memilih Bontang untuk mengakses fasilitas publik mereka. Verifikasi lapangan akan memberikan gambaran utuh sebelum MK memutuskan secara final,” kata Hasanuddin.
Mediasi dipimpin Gubernur Kalimantan Timur Rudy Mas’ud dan dihadiri Bupati Kutim Ardiansyah Sulaiman, Wali Kota Bontang Neni Moerniaeni dan Bupati Kukar Aulia Rahman Basri.
Gubernur Rudy Mas’ud membuka opsi pelaksanaan mediasi lanjutan di Jakarta maupun langsung di Kalimantan Timur. Ia juga mengajak kementerian teknis seperti ATR/BPN, Kehutanan untuk ikut menyelesaikan persoalan ini.
“Mediasi ini bukan akhir, tapi langkah penting untuk memastikan keadilan bagi masyarakat. Sinergi dengan kementerian teknis harus diperkuat,” ujar Rudy.
Bupati Kutim Ardiansyah Sulaiman menyebut pihaknya telah menyusun tiga skenario penyesuaian batas wilayah. Sidrap termasuk dalam rencana pembangunan lima tahun ke depan, termasuk pengembangan 100 ribu hektare lahan pertanian dan pemekaran menjadi desa.
“Program selama lima tahun ke depan yakni 100 ribu hektare pertanian, salah satunya di Dusun Sidrap. Ke depan juga program pemekaran wilayah Sidrap dari berstatus dusun menjadi desa,” jelasnya.
Wali Kota Bontang Neni Moerniaeni menjelaskan bahwa gugatan ke MK hanya menyangkut Dusun Sidrap. Hampir seluruh pelayanan publik warga Sidrap berasal dari Bontang, meski secara administratif wilayah tersebut masih tercatat di Kutim.
“Secara administratif Sidrap memang milik Kutim, namun secara de facto pelayanan publik seluruhnya dari Bontang. Ini alasan kami mengajukan judicial review,” kata Neni.
Mediasi lanjutan dan verifikasi lapangan menjadi jalan tengah untuk menjamin keputusan MK mencerminkan realitas sosial dan aspirasi warga. DPRD Kaltim berkomitmen mengawal proses ini demi keadilan semua pihak.