
Insitekaltim, Samarinda – Ketidakterpaduan antara program pengelolaan dan pemantauan lingkungan (PPM) dan tanggung jawab sosial lingkungan (TJSL) kembali menjadi sorotan dalam rapat dengar pendapat yang digelar Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur bersama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Kalimantan Timur, Jumat, 25 Juli 2025.
Anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur Agusriansyah Ridwan menyatakan bahwa pelaksanaan dua program tersebut masih berjalan sendiri-sendiri, tanpa keterpaduan dalam aspek perencanaan maupun pelaporan.
Ia menilai, ketidaksinkronan itu menyebabkan kontribusi sosial perusahaan di daerah tidak terarah dan kerap menimbulkan tumpang tindih dalam pelaksanaannya di lapangan.
“PPM dan TJSL harus dipisah agar output dan outcome jelas. PPM tidak wajib lapor perencanaan ke pemda, tapi TJSL wajib koordinasi,” ungkap Agusriansyah.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa perbedaan mendasar dari kedua program itu terletak pada aspek regulasi yang mengatur. PPM merupakan kewajiban dari sektor pertambangan dan batu bara, sedangkan TJSL mengacu pada surat keputusan gubernur yang mewajibkan koordinasi dengan pemerintah daerah.
Menurutnya, kelemahan dalam penetapan indikator penilaian yang jelas dan terukur membuat pelaksanaan TJSL dan Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan menjadi kabur. Tidak adanya kejelasan tersebut berdampak pada kurang maksimalnya manfaat sosial maupun lingkungan dari program yang dijalankan.
“Indikator penilaian TJSL dan CSR selama ini belum jelas karena disamaratakan dengan PPM. Pembenahan ini penting agar kontribusi sosial dan lingkungan dapat diukur dan berdampak nyata,” tegas Agusriansyah.
Sebagai langkah korektif, ia mendorong adanya revisi terhadap peraturan daerah yang mengatur pelaksanaan TJSL.
Hal ini, menurutnya, penting untuk memperkuat koordinasi antardinas dan memastikan agar pelaksanaan program CSR di Kalimantan Timur dapat lebih terarah, terintegrasi, serta sejalan dengan agenda pembangunan daerah.
Dalam forum tersebut, Agusriansyah juga menyatakan dukungannya terhadap upaya konsolidasi program PPM yang tengah diinisiasi oleh Pemerintah Provinsi.
Ia menekankan bahwa integrasi dan penyelarasan program perusahaan dengan rencana pembangunan daerah harus menjadi prioritas utama.
Menurutnya, program tanggung jawab sosial yang dijalankan secara parsial dan tidak terkoordinasi hanya akan menghasilkan dampak yang minim bagi masyarakat.
Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, kata dia, juga terus mendorong agar perusahaan-perusahaan tambang menunjukkan komitmen lebih kuat terhadap pemberdayaan masyarakat lokal, pelestarian lingkungan, serta penciptaan lapangan kerja.
Ia menyebut pentingnya pelatihan berkelanjutan dan pengembangan kapasitas sebagai bagian dari strategi pembangunan jangka panjang yang inklusif.
Kritik tajam terhadap pelaksanaan Proper (Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan) dan implementasi CSR yang selama ini dijalankan oleh berbagai perusahaan juga mengemuka dalam rapat tersebut.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS ) itu menilai bahwa penghargaan dan sertifikat semata tidak dapat dijadikan tolok ukur efektivitas kontribusi perusahaan terhadap pembangunan berkelanjutan di daerah.
Yang terpenting menurutnya yaitu, pendekatan partisipatif, pelibatan masyarakat, serta transparansi informasi dinilai penting untuk dijadikan landasan dalam membenahi sistem evaluasi keberlanjutan perusahaan di masa mendatang.
Agusriansyah berharap, perbaikan menyeluruh terhadap regulasi, mekanisme koordinasi, dan pelaporan akan mampu meningkatkan akuntabilitas serta dampak nyata dari pelaksanaan program sosial dan lingkungan perusahaan. (Adv)

