
Insitekaltim, Samarinda – Peredaran beras oplosan di Indonesia, termasuk di Kalimantan Timur, kian meresahkan. DPRD Kaltim menilai skandal tersebut bukan sekadar persoalan etika dagang, melainkan bentuk pengkhianatan terhadap hak dasar konsumen sekaligus ancaman terhadap kestabilan pangan daerah.
Anggota Komisi II DPRD Kaltim Firnadi Ikhsan menyoroti lemahnya sistem pengawasan distribusi beras sebagai akar persoalan. Menurutnya, sidak atau inspeksi mendadak yang selama ini dilakukan tidak cukup untuk mencegah praktik curang semacam ini.
“Kita tidak bisa hanya mengandalkan sidak insidental. Harus ada reformasi sistem pengawasan, dari hulu ke hilir,” kata Firnadi, Kamis, 31 Juli 2025.
Sebagai langkah konkret, DPRD Kaltim mengusulkan pembentukan Tim Pengawasan Terpadu lintas sektor yang melibatkan legislatif, akademisi, dan masyarakat sipil. Tim ini akan bertugas melakukan audit menyeluruh terhadap rantai distribusi, pelabelan, dan kualitas beras yang beredar di pasaran.
“Kita perlu audit menyeluruh terhadap rantai pasok beras, termasuk mekanisme pelabelan dan sertifikasi kualitas,” ujarnya.
Skandal beras oplosan terungkap setelah Kementerian Pertanian melaporkan lebih dari 200 merek terindikasi mencampur beras berkualitas rendah dengan beras premium dan memasarkan kembali dengan harga tinggi.
Selisih harga dari praktik tersebut mencapai Rp3.000 per kilogram, yang jika dibiarkan dalam jangka panjang berpotensi merugikan negara hingga Rp1.000 triliun.
Kalimantan Timur termasuk daerah yang terdampak, terutama di kota-kota besar seperti Balikpapan dan Samarinda. Sejumlah konsumen mulai mengeluhkan kualitas beras premium yang menurun meskipun harga terus naik. DPRD Kaltim pun menyuarakan pentingnya edukasi publik mengenai cara mengenali beras oplosan.
“Kita harus pastikan masyarakat tahu cara membedakan beras asli dan oplosan. Ini bukan hanya soal harga, tapi soal kesehatan,” ujar Firnadi.
Untuk itu, Komisi II DPRD Kaltim tengah menyusun rekomendasi regulatif agar standar kemasan, label, dan distribusi beras diperketat. Langkah ini diharapkan bisa memutus celah bagi pelaku usaha nakal yang merugikan masyarakat.
DPRD Kaltim mendorong lahirnya peraturan daerah (perda) khusus perlindungan konsumen pangan sebagai payung hukum bagi tindakan preventif dan represif terhadap pelanggaran distribusi produk pangan, terutama beras.
“Kalau perlu, kita dorong perda khusus perlindungan konsumen pangan,” tegas Firnadi.