Insitekaltim, Jakarta – Perempuan NTT yang tergabung dalam Forum Perempuan Diaspora NTT merespons kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh mantan Kapolres Ngada Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja (FWLS).
Salah satu upaya nyata merespons tindakan tidak terpuji yang dilakukan oleh mantan orang nomor satu di Polres Ngada, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) itu dengan melaksanakan diskusi. Kegiatan tersebut dihadiri oleh Ketua TP PKK NTT Asty Laka Lena, Anggota DPR RI Komisi XI Julia Laiskodat, Komunitas Perempuan Manggarai, Yayasan I. J Kasimo, PADMA, KOMPAK dan beberapa pemerhati isu perempuan dan anak.
Beragam topik diskusi yang diangkat, termasuk maraknya kasus kekerasan seksual yang dialami oleh perempuan dan anak di NTT. Salah satu kasus yang menjadi perhatian publik saat ini adalah kasus kekerasan seksual yang dilakukan mantan Kapolres Ngada Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja terhadap tiga orang perempuan. Mirisnya, dua korban itu masih berstatus anak di bawah umur.
Ketua TP PKK NTT Asty Laka Lena menyebut semua pihak perlu mengawal kasus ini supaya ada transparansi dalam proses hukum yang saat ini sedang berlangsung.
“Saya sebagai Ibu, Ibu Gubernur, Ketua PKK akan memantau kasus hukum ini agar keadilan bagi korban dapat tercapai,” kata Asty Laka Lena sebagaimana dikutip Insitekaltim, Minggu 23 Maret 2025 dari keterangan tertulis yang diterima media ini.
Selain itu, dirinya juga bakal meminta Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) untuk melakukan pengawasan terhadap proses hukum yang saat ini dilakukan dan berharap bahwa Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dapat memberikan perlindungan, pemulihan dan pemenuhan hak bagi ketiga korban.
“Saya sebagai Ketua TP PKK NTT akan melakukan koordinasi dengan pihak-pihak dan salah satunya Perempuan Diaspora NTT yang berada di Jakarta, karena perempuan Diaspora NTT yang dekat dengan Mabes Polri untuk sering melakukan koordinasi dengan kepolisian,” ungkapnya.
Sementara Anggota DPR RI Komisi XI Julia Laiskodat dalam diskusi tersebut menyampaikan keprihatinannya atas masalah yang terjadi dan memberikan dukungan penuh serta mengawal kasus hukum ini sampai pada proses putusan pengadilan.
Senada, Koordinator Forum Perempuan Diaspora NTT Sere Aba menyebut akan menyampaikan dan meminta Kepolisian Republik Indonesia untuk menggunakan pasal dengan ancaman hukuman yang tinggi dan sebagaimana diatur dalam Undang Undang No 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Menurutnya Undang-Undang Perlindungan Anak juga mengatur terkait hukuman suntikan kimiawi bagi pelaku kejahatan seksual. Sere juga menambahkan kepolisian bisa menjuntokan dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
“Ini merupakan masalah yang harus disikapi dengan serius oleh aparat kepolisian karena peristiwa kekerasan seksual bisa terjadi kapan saja, di mana saja dan pelaku pun bisa orang yang memahami hukum sebagaimana peristiwa kekerasan seksual yang terjadi saat ini,” pungkasnya.