
Insitekaltim, Samarinda- Di tengah dinamika zaman yang serba cepat dan kompleks, suara reflektif tentang pentingnya menggali kembali nilai-nilai dasar kehidupan berbangsa kembali menggema dari Gedung DPRD Kalimantan Timur (Kaltim).
Wakil Ketua DPRD Kaltim, Ananda Emira Moeis, menyerukan agar Pancasila tidak hanya diperingati sebagai dokumen sejarah, tetapi benar-benar dimaknai sebagai cerminan nilai-nilai asli yang telah hidup dalam masyarakat Indonesia sejak lama.
Pernyataan itu disampaikan Ananda sesaat setelah mengikuti Rapat Paripurna ke-16 DPRD Kaltim yang digelar pada Senin, 2 Juni 2025, sehari setelah peringatan Hari Lahir Pancasila yang jatuh pada 1 Juni.
Dalam suasana yang masih sarat nuansa kebangsaan itu, Ananda menekankan bahwa Pancasila sejatinya bukanlah hasil rekaan elite politik atau produk formal semata.
“Pancasila itu bukan diciptakan, tapi digali oleh Bung Karno dari nilai-nilai kehidupan masyarakat Indonesia. Jadi sebenarnya Pancasila itu hartanya rakyat Indonesia sendiri,” ujarnya.
Menurut Ananda, nilai-nilai yang terkandung dalam lima sila Pancasila tidak datang dari ruang hampa. Ia meyakini bahwa gotong royong, keadilan sosial, hingga semangat persatuan telah menjadi bagian tak terpisahkan dari cara hidup masyarakat, bahkan sebelum bangsa ini merdeka.
Karenanya, Pancasila tak perlu dikampanyekan secara dogmatis, cukup dengan menyadarkan masyarakat bahwa nilai-nilai tersebut sudah melekat dalam kehidupan mereka.
“Secara tidak sadar kita menjalankan itu. Teman susah pasti dibantu. Anak muda pun begitu, mau jalan-jalan, temannya nggak punya uang, ya tetap diajak. Itu bentuk nyata nilai Pancasila yang hidup,” tuturnya.
Ananda melihat fenomena tersebut sebagai bukti bahwa semangat gotong royong tidak pernah benar-benar pudar. Di kalangan anak muda, semangat berbagi dan solidaritas sosial tetap tumbuh, meski tidak selalu dikemas dalam narasi ideologis. Namun menurutnya, tugas generasi kini adalah menjaga agar nilai-nilai tersebut tidak tergerus oleh individualisme dan pragmatisme zaman.
Lebih lanjut, politikus PDI Perjuangan itu menilai bahwa upaya menanamkan kembali Pancasila ke dalam jiwa masyarakat tidak bisa dilakukan dengan cara-cara menggurui. Pendidikan ideologi, kata dia, akan lebih efektif jika berangkat dari kesadaran bahwa Pancasila bukan milik negara semata, melainkan milik rakyat.
“Kalau kita menyadari Pancasila itu dari kita sendiri, bukan sesuatu yang dipaksakan, maka kita akan lebih mudah menjaganya. Gotong royong, keadilan sosial, itu semua sudah ada dalam keseharian kita,” tegasnya.
Dalam konteks pembangunan Kalimantan Timur, yang kini bersiap menjadi jantung pemerintahan baru Indonesia melalui proyek Ibu Kota Nusantara (IKN), Ananda menekankan pentingnya menjadikan Pancasila sebagai landasan utama.
Ia mengajak generasi muda di Kaltim untuk melihat pembangunan bukan sekadar soal infrastruktur dan investasi, tetapi juga tentang membangun karakter dan solidaritas sosial.
“Kaltim sebagai bagian dari Ibu Kota Nusantara ke depan harus menjadi contoh bagaimana Pancasila bisa menjadi ruh pembangunan, bukan hanya jargon. Apalagi generasi Altino (anak lintas etnis dan nusantara) di sini punya modal sosial yang kuat untuk itu,” kata Ananda.
Peringatan Hari Lahir Pancasila yang dirayakan setiap 1 Juni, mengacu pada pidato historis Bung Karno dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada tahun 1945. Dalam pidato itulah, lima dasar negara pertama kali dikenalkan sebagai fondasi dari negara yang hendak dibentuk.
Momentum tersebut kemudian diresmikan sebagai hari libur nasional berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016. Tahun ini, peringatan Hari Lahir Pancasila mengusung tema Pancasila Jiwa Pemersatu Bangsa Menuju Indonesia Emas 2045.
Sejumlah kegiatan digelar, mulai dari upacara, diskusi, hingga program edukatif di berbagai daerah, sebagai bentuk refleksi terhadap peran Pancasila dalam menyatukan keberagaman Indonesia. (Adv)