
Insitekaltim, Samarinda –Anggota DPRD Kalimantan Timur Agusriansyah Ridwan menegaskan perlunya penanganan yang serius terhadap bencana banjir yang kerap melanda sejumlah wilayah di Kalimantan Timur, khususnya di Kabupaten Berau dan Kutai Timur.
Menurutnya, persoalan banjir telah memasuki tahap yang mengkhawatirkan dan harus segera dimasukkan ke dalam prioritas perencanaan pembangunan daerah secara sistematis dan terukur.
Agusriansyah menyatakan bahwa bencana banjir tidak lagi bisa dianggap sebagai kejadian musiman biasa.
Ia mencontohkan kondisi terkini di Kabupaten Berau yang dilanda banjir cukup parah hingga menyebabkan sejumlah rumah warga hanyut terbawa arus sungai. Situasi serupa juga terjadi di Sangatta, Kutai Timur, yang menurutnya sudah sangat rentan tergenang hanya oleh hujan berintensitas sedang.
“Kita bisa lihat kemaren di Berau itu banyak rumah yang hanyut. Sangatta itu asal hujan sedikit hanyut juga,” kata Agusriansyah, Jumat, 25 Juli 2025.
Ia mengkritik penanganan banjir yang selama ini dinilainya bersifat parsial dan sektoral. Pendekatan semacam itu, menurutnya, tidak akan pernah mampu menjawab persoalan banjir secara menyeluruh.
Ia menilai akar masalah yang kompleks menuntut respons lintas sektor yang terkoordinasi dan berbasis pada data serta kajian yang kuat.
Untuk itu, Agusriansyah mengusulkan pembentukan tim terpadu yang terdiri dari berbagai pemangku kepentingan.
Tim ini harus melibatkan unsur pemerintah daerah, dinas teknis terkait, serta pelaku usaha, khususnya perusahaan-perusahaan yang beroperasi di kawasan rawan banjir.
Kolaborasi antarlembaga tersebut, menurutnya, penting untuk merumuskan strategi jangka menengah dan panjang.
“Harus ada tim terpadu yang mulai memikirkan bagaimana lima tahun ke depan ini untuk menyelesaikan persoalan-persoalan ini,” tegasnya.
Agusriansyah juga menyoroti lemahnya koordinasi antarinstansi dalam merespons bencana banjir yang semakin sering terjadi. Ia menilai, selama ini kebijakan yang diambil lebih bersifat reaktif dan tidak berbasis pada perencanaan mitigasi risiko yang matang.
Padahal, lanjutnya, banjir merupakan fenomena yang dapat diprediksi dan disiapkan langkah antisipasinya sejak dini. Ia menekankan bahwa persoalan banjir tidak dapat dilepaskan dari tata kelola lingkungan yang buruk, terutama di sepanjang daerah aliran sungai.
Menurutnya, maraknya aktivitas pertambangan, pembukaan lahan, dan perluasan perkebunan tanpa pengawasan yang ketat telah menyebabkan daya dukung lingkungan menurun drastis. Situasi ini diperparah oleh lemahnya pengawasan terhadap izin-izin usaha yang diberikan tanpa mempertimbangkan dampak ekologis jangka panjang.
Karena itu, ia mendesak dilakukannya evaluasi menyeluruh terhadap seluruh izin usaha yang berada di kawasan strategis pengendalian banjir.
Evaluasi ini, menurutnya, harus menjadi bagian dari strategi mitigasi bencana yang lebih komprehensif dan tidak semata-mata dilakukan ketika banjir sudah terjadi.
Sebagai wakil rakyat dari daerah pemilihan Kutai Timur, Bontang, dan Berau, Agusriansyah menegaskan bahwa suara masyarakat terdampak harus menjadi perhatian utama pemerintah provinsi.
Ia berharap seluruh kebijakan pembangunan di masa mendatang menempatkan keselamatan warga dan keberlanjutan lingkungan sebagai pijakan utama.
“Kita tidak ingin setiap tahun warga kehilangan rumah, harta benda, dan bahkan nyawa hanya karena ketidaksiapan kita menghadapi banjir yang seharusnya bisa dicegah,” ujarnya.
Ia menyerukan pembentukan badan atau forum koordinasi penanganan banjir yang memiliki kewenangan eksekutif di lapangan.
Menurutnya, tanpa kelembagaan yang kuat dan komitmen politik yang tinggi, berbagai upaya penanggulangan hanya akan menjadi agenda tahunan tanpa realisasi yang nyata.
Agusriansyah mengingatkan bahwa waktu untuk menunda sudah habis. Langkah konkret dan terukur harus segera diambil demi melindungi warga dari ancaman bencana yang seharusnya tidak lagi menjadi kejutan. (Adv)