Insitekaltim,Bontang – Wakil Ketua DPRD Kota Bontang Agus Haris menyarankan agar Pemkot Bontang menempuh jalur hukum untuk menyelesaikan persoalan tapal batas Bontang-Kutai Timur (Kutim). Sebab menurut Agus Haris, tidak ada jalur lain kecuali ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Persoalan ini kata Agus Haris, semestinya tidak berkepanjangan seperti sekarang, jika pada awal 2020 lalu, rekomendasi Gubernur Kaltim Isran Noor untuk segera dilakukan rapat bersama antara Pemerintah Kota Bontang dan Kutim. Saat itu Gubernur Isran Noor meminta agar rapat harus dihadiri kedua kepala daerah agar tercapai kesepakatan terbaik.
Bukan hanya Bupati Kutim dan Wali Kota Bontang, Gubernur Isran Noor juga meminta agar Ketua DPRD Bontang dan Ketua DPRD Kutim, serta Asisten I Kota Bontang dan Asisten I Kutim hadir dan menindaklanjuti.
“Kalau rekomendasi gubernur itu segera ditindaklanjuti mungkin akan beda ceritanya,” kata Agus Haris, saat mengikuti Rapat Paripurna Pembahasan KUA PPAS 2022, Selasa malam (9/8/2022).
Agus Haris melanjutkan, setelah rekomendasi itu, vakum selama kurang lebih 2 tahun, sehingga tidak bisa dilanjutkan karena Bupati Kutim ketika itu, Ismunandar bersama wakilnya Kasmidi Bulang melakukan penolakan melalui rapat paripurna.
“Jadi itu tidak menjadi acuan dasar bagi Kementerian Dalam Negeri untuk mengubah Permendagri Nomor 25 Tahun 2005 tentang tapal batas,” sambung Agus Haris.
Ketika ditanya perjanjian bersama Pak Gubernur apakah itu akan gugur atau tidak, Agus Haris mengatakan tidak. Langkah Pemkab Kutim hanya keputusan sepihak. Seharusnya Pemkab Kutim melakukan koordinasi ke Gubernur Isran Noor sebagai perwakilan pemerintah pusat. Harusnya dia mempertanyakan dan mestinya Gubernur Isran Noor mengambil inisiatif memanggil kedua belah pihak untuk melakukan rapat kembali terkait rencana yang sudah pernah disepakati sebelumnya.
“Pak Gubernur pun setuju bahkan kita juga melakukan penelitian ke lapangan berapa idealnya itu Sidrap. kalau kita memang betul-betul mau menerjemahkan UU Nomor 47 khusus pasal 10 dan diterjemahkan ke dalam Permendagri, maka mestinya Sidrap tidak masuk ke Kutim,” tegasnya.
Dijelaskan, bahwa batas Bontang dengan Kutim sebelah utara ditindaklanjuti dengan beberapa di titik-titik koordinat. Mulai koordinat 1-14. Di titik koordinat 8 itu yaitu Bukit Kusnodo. Di situlah terjadi kesalahan penerjemahan, karena di patok 8 dia tidak komitmen dan tidak konsisten. Mereka menyalip ke utara, patok 8 itu menuju ke timur arah Selat Makassar. Selanjutnya patok 9 baru ke utara.
“Andaikan dia konsisten dari titik koordinat 1-14, Sidrap tetap berada di wilayah Kota Bontang,” tandasnya lagi.
Ditanya tentang langkah terakhir ke MK, Agus Haris yang juga Ketua DPD Partai Gerindra Kota Bontang itu mengatakan dengan dasar-dasar itu, maka dia yakin Sidrap akan menjadi bagian Kota Bontang. Apalagi didukung oleh masyarakat Kota Bontang dan aspirasi masyarakat Sidrap untuk masuk ke Bontang serta dibuktikan dengan dokumen.
Proses hukum ke pusat akan disiapkan tahun ini di anggaran perubahan bersama Pemerintah Kota Bontang. Saat ini mereka sedang menyusun dokumen apa yang dibutuhkan termasuk mengambil informasi yang ada di masyarakat dan termasuk dokumen DPRD Bontang, khususnya dari Komisi I periode lalu.
“Sekarang berkas itu sudah kami serahkan sebagai acuan dasar awal, karena dalam dokumen itu masyarakat Sidrap sudah memberikan pendelegasian kepada DPRD dan Pemerintah Kota Bontang untuk melakukan upaya hukum dan berkas itu kita sudah memberikan juga kepada pemerintah,“ ungkapnya.