Insitekaltim, Samarinda – Fasilitator Pengarusutamaan Gender (PUG) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) Dwi Hartati mengingatkan arah pembangunan daerah tidak boleh hanya berkutat pada infrastruktur fisik.
Menurutnya, perlindungan manusia, lingkungan, dan ekosistem harus menjadi fondasi utama menuju pembangunan berkelanjutan jangka panjang. Hal itu disampaikan pada Rabu, 3 Desember 2025.
Ia menekankan bahwa Kaltim tengah mengusung agenda pembangunan hingga 2045 dengan fokus pencapaian Generasi Emas 2025–2030. Ia mencontohkan tragedi banjir di Sibolga dan Aceh yang merusak empat desa sebagai bukti nyata buruknya pengelolaan lingkungan.
“Pembangunan harus mencakup perlindungan terhadap manusia, lingkungan, dan ekosistem, bukan hanya fokus pada infrastruktur,” tegasnya.
Dwi memaparkan bahwa kesenjangan gender di Kaltim saat ini paling menonjol di sektor ekonomi. Partisipasi perempuan dalam kegiatan ekonomi baru mencapai sekitar 24 persen, sedangkan selebihnya masih didominasi laki-laki.
Penurunan juga terjadi pada sektor politik. Keterwakilan perempuan di legislatif turun dari sekitar 22 persen menjadi hanya 12 persen, atau delapan orang saja yang berhasil menduduki kursi DPRD.
Kondisi tersebut turut menurunkan capaian Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) dan Indeks Ketimpangan Gender (IKG) Kaltim pada level nasional, dari peringkat 20 merosot ke posisi 30.
Dwi menyebut sejumlah faktor penyebab, seperti minimnya kepercayaan diri perempuan, kurangnya minat terlibat di politik, hingga sistem pemilu yang belum memberi ruang prioritas bagi perempuan di nomor urut awal.
Selain itu, serapan Anggaran Responsif Gender (ARG) masih rendah. Dari target ideal 55 persen, baru 22 persen yang terealisasi.
Selain itu, menyoroti tantangan transisi menuju ekonomi hijau. Menurutnya, pengurangan ketergantungan pada sektor ekstraktif seperti batu bara harus direncanakan dengan matang agar tidak menimbulkan persoalan sosial baru.
“Kalau pabrik batubara ditutup, bukan hanya penghasilan berkurang, tapi rantai kemiskinan meningkat. Perencanaan ekonomi hijau harus adaptif dan membuka peluang kerja baru bagi masyarakat,” jelasnya.
Ia menekankan perlunya strategi green jobs yang inklusif agar kelompok rentan tetap terlindungi. Dukungan edukasi, teknologi tepat guna, dan penguatan komunitas lokal menjadi kunci menghadapi perubahan.
Di akhir sesi, Dwi menyampaikan pesan khusus kepada generasi muda, terutama perempuan, agar aktif berperan dalam pembangunan berbasis inklusi dan keberlanjutan.
“Tingkatkan kapasitas, kuasai digital skill, jaga kearifan lokal dan religi, serta peka terhadap isu lingkungan. Jangan tertinggal dari perubahan,” pesannya.
Dwi berharap kolaborasi lintas sektor dapat mempercepat pemerataan pembangunan sekaligus menekan kesenjangan gender di Kaltim.

