Reporter : Ina – Editor : Redaksi
Insitekaltim,Samarinda– Kasus dugaan kriminalisasi Achmad AR AMJ naik ke persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Samarinda pada Rabu (28/8/2019) dengan agenda sidang pembacaan dakwaan.Namun agenda sidang berikutnya sesuai jadwal persidangan agendanya adalah eksepsi (nota keberatan) pada (4/9/2019) tidak terlaksana sidang karena jaksa penuntut umum dari Kejari Samarinda sedang mengikuti diklat.
Lalu dua minggu pasca pembacan dakwaan Achmad di sidangkan di PN Samarinda, yang seharusnya agenda eksepsi (nota keberatan) ditawarkan oleh hakim mengingat terdakwa yang tidak didampingi PH, ini sudah menjadi kewajiban hakim, yang mana itu bagian hak dari terdakwa namun terlewatkan dan majelis berpendapat sidang tanggal 11 September 2019 kemarin, menurutnya agenda keterangan saksi yang di hadirkan JPU.
Abdul Rahim Ketua Advokasi dan lingkungan Hidup Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi) menilai agenda di persidangan Achmad tidak sesuai dengan hukum acara pidana.
“Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)dan di dalam bukunya Yahya Harahap. Tahap pertama adalah pembacaan dakwaan.Ketua sidang memerintahkan penuntut umum untuk membacakan surat dakwaan dan pembacaan surat dakwaan sesuai dengan kedudukan jaksa sebagai penuntut umum dan langkah awal taraf penuntutan tanpa mengurangi penuntutan yang sebenarnya pada waktu membacakan rekuisitor,”ucapnya
Kemudian, tahap dua adalah eksepsi. Eksepsi adalah tangkisan (plead) atau pembelaan yang tidak mengenai atau tidak ditujukan terhadap “materi pokok” surat dakwaan, tetapi keberatan atau pembelaan yang ditujukan terhadap cacat formal yang melekat pada surat dakwaan.
Dalam hal terdakwa atau penasihat hukum mengajukan keberatan bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan kepada penuntut umum untuk menyatakan pendapatnya, hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan pasal 156 ayat (1) KUHAP
Tahap berikutnya adalah pembuktian. Tahapan ini merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang yang boleh digunakan hakim untuk membuktikan kesalahan yang didakwakan. Pembuktian adalah ketentuan yang membatasi sidang pengadilan dalam usaha mencari dan mempertahankan kebenaran dan majelis hakim berpedoman pada alat bukti dalam memutus perkara.
Adapun alat bukti yang sah menurut Pasal 184 ayat (1) KUHAP dalam pengadilan pidana terbagi menjadi, keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa.
Selanjutnya, pembacaan surat tuntutan.Surat tuntutan, diajukan oleh penuntut umum setelah pemeriksaan di sidang pengadilan dinyatakan selesai. Jadi, surat tuntutan dibacakan setelah proses pembuktian di persidangan pidana selesai dilakukan. Pasal 182 ayat 1 huruf a KUHAP
Kemudian, pledoi (Pembelaan). Setelah dibacakan tuntutan, giliran terdakwa dan/atau penasihat hukumnya membacakan pembelaannya yang dapat dijawab oleh penuntut umum, dengan ketentuan bahwa terdakwa atau penasihat hukumnya mendapat giliran terakhir. Pasal 182 ayat 1 huruf b KUHAP
Terakhirnya adalah Putusan Hakim. Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang. Pasal 1 angka 11 KUHAP.
Dalam penyelesaian perkara pidana di pengadilan terdapat tiga bentuk putusan: Pasal 191 ayat (1), pasal 191 ayat (2), dan pasal 193 ayat (1)KUHAP; putusan bebas; putusan lepas; dan putusan pemidanaan.
“Kapan proses persidangan memasuki pokok perkara?. Berdasarkan penjelasan di atas, maka eksepsi merupakan pengajuan keberatan atau pembelaan atas cacat formal pada surat dakwaan oleh terdakwa atau penasihat hukum. Pengajuan keberatan ini berada saat atau setelah penuntut umum membaca surat dakwaan,” jelas Rahim, Jumat (13/9/2019).
Apabila hakim menerima eksepsi, maka pemeriksaan perkara tidak dilanjutkan (dihentikan). Pasal 116 ayat (2) KUHAP Sebaliknya, apabila hakim menolak eksepsi, maka pemeriksaan materi pokok perkara diteruskan. Pasal 156 ayat (2)KUHAP Eksepsi tidak lagi dapat diajukan apabila proses sudah memasuki pemeriksaan materi pokok perkara sebagaimana yang didakwakan dalam surat dakwaan.
Jadi, pihaknya menyimpulkan dari penjelasan tersebut, pemeriksaan perkara pidana di persidangan dinyatakan “telah masuk pokok perkara” dimulai setelah eksepsi ditolak oleh hakim. “Artinya dari mulai pembuktian sampai dengan putusan hakim,” tutup Rahim.