Insitekaltim, Jakarta – Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) Rudy Mas’ud menegaskan tidak benar jika disebut ada dana pemerintah daerah yang mengendap di perbankan.
Hal ini disampaikannya saat menjadi narasumber dalam program Indonesia Business Forum di TvOne, bertema “Ratusan Triliun Mengendap, Anggaran Pemda Tak Terserap?” pada Rabu, 12 November 2025 malam.
Dialog yang dipandu Celia Alexandra itu juga menghadirkan Anggota Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia, Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri A Fatoni, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak, dan Ekonom LPEM UI Teuku Rifky.
Menurut Rudy Mas’ud, dana daerah selalu berputar melalui aktivitas pendapatan dan belanja. Ia mencontohkan, posisi keuangan Pemprov Kaltim per 12 November 2025 sebesar Rp2,9 triliun yang menunggu penyaluran program prioritas sesuai APBD.
“Pembayaran dilakukan setelah proses verifikasi kegiatan yang sudah direncanakan. Jadi, tidak ada dana mengendap. Kita hanya menjaga likuiditas kas daerah agar tetap terjamin,” tegasnya.
Ia menjelaskan, 40 persen APBD wajib dialokasikan untuk infrastruktur sesuai pedoman Kemendagri. Pembayaran umumnya dilakukan di akhir tahun karena mengikuti tahapan pekerjaan dan hukum kontrak.
Rudy juga menepis anggapan bahwa deposito daerah identik dengan dana mengendap. Berdasarkan PP Nomor 12 Tahun 2019 dan Permendagri Nomor 77 Tahun 2020, pemerintah daerah diperbolehkan menempatkan dana dalam deposito jangka pendek untuk menambah pendapatan daerah, bukan untuk kepentingan pribadi kepala daerah.
“Semua penggunaan dana diaudit,” ujarnya.
Sebagai Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI), Rudy menyoroti dampak besar jika terjadi pemotongan Transfer ke Daerah (TKD).
Menurutnya, hal itu dapat menghambat pembangunan, menurunkan pelayanan publik, dan menekan pertumbuhan ekonomi.
“PAD pasti ikut turun karena TKD menjadi salah satu penggerak ekonomi daerah,” jelasnya.
Ia menekankan pentingnya pemberian kewenangan lebih luas bagi daerah untuk mengelola potensi lokal.
“Kaki daerah itu PAD dan TKD. Keduanya harus kokoh, dan daerah perlu ruang untuk meningkatkan penerimaan,” tambahnya.
Sementara itu, Dirjen Keuangan Daerah A Fatoni menjelaskan tidak semua sisa lebih perhitungan anggaran (Silpa) bersifat negatif.
“Silpa dibutuhkan untuk membayar gaji dan operasional awal tahun. Bahkan, bisa terjadi karena efisiensi belanja,” jelasnya.
Fatoni juga menegaskan bahwa penyimpanan dana dalam bentuk deposito diperbolehkan dengan pengawasan ketat.
Sedangkan Ahmad Doli Kurnia mengingatkan agar rencana pemotongan TKD dikomunikasikan dengan pemerintah daerah.
“Pusat tidak bisa main potong tanpa berdialog. Jika ada penyimpangan, ungkapkan terbuka, tapi jangan digeneralisir,” tegasnya.

