
Insitekaltim, Samarinda –Ketua Komisi IV DPRD Kalimantan Timur H Baba menegaskan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap sistem penerimaan siswa baru untuk jenjang SMA/SMK sederajat. Kritik itu dilontarkannya menyusul berbagai persoalan yang kembali muncul dalam pelaksanaan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun ajaran 2025/2026.
Menurut Baba, persoalan yang muncul bukan sekadar gangguan teknis yang bersifat temporer, melainkan mencerminkan kelemahan mendasar dalam kesiapan sistem.
Ia menilai sistem daring SPMB yang pada tahap awal berjalan cukup mulus, ternyata belum mampu bertahan saat jumlah pendaftar mulai melonjak dan arus data meningkat signifikan.
Ketidaksiapan ini, lanjutnya, menimbulkan keresahan di kalangan orang tua calon peserta didik, dan bukan untuk pertama kalinya terjadi.
“Kendala ini sedang ditangani, tapi harus menjadi catatan penting agar tidak terulang tahun depan,” ujarnya, Kamis, 17 Juli 2025.
Ia berpendapat bahwa, kelemahan sistem SPMB tahun ini memperlihatkan bahwa perbaikan yang dilakukan sebelumnya belum cukup menyentuh akar persoalan. Komisi IV, kata Baba, tidak ingin lagi melihat pola berulang di mana masalah serupa terus terjadi setiap tahun, tanpa ada langkah sistemik yang benar-benar menyelesaikan.
Lebih lanjut, perhatian Komisi IV tidak berhenti pada aspek teknis semata. Isu ketimpangan infrastruktur pendidikan, terutama di daerah pinggiran dan pesisir, turut menjadi sorotan tajam.
Keterbatasan daya tampung sekolah dan minimnya fasilitas yang memadai di luar kawasan perkotaan dianggap sebagai penyebab utama ketidakmerataan akses pendidikan.
“Pemerataan akses pendidikan tidak bisa dibebankan hanya kepada sekolah, tetapi harus menjadi tanggung jawab bersama seluruh pemangku kepentingan,” tegasnya.
Menurut Baba, tuntutan tahunan yang dibebankan kepada pihak sekolah untuk terus menyesuaikan diri dengan lonjakan jumlah peserta didik, justru memperlihatkan kurangnya perencanaan jangka panjang.
Ia menilai hal ini sebagai bentuk kegagalan kolektif dalam membangun sistem pendidikan yang inklusif dan berkeadilan.
Sebagai upaya konkret, Komisi IV merancang studi banding ke sejumlah provinsi yang dinilai telah berhasil membangun sistem penerimaan siswa baru yang lebih tertata dan adil. Jakarta dan Jawa Timur masuk dalam daftar daerah tujuan kunjungan kerja tersebut.
Baba menegaskan, studi ini bukan semata-mata untuk meniru, tetapi untuk mempelajari dan menyaring praktik terbaik yang relevan dengan karakteristik Kalimantan Timur.
“Kami ingin membawa praktik terbaik dari daerah lain dan menyesuaikannya dengan kebutuhan di Kalimantan Timur. Harapannya, sistem SPMB ke depan bisa lebih merata, berkeadilan, dan tidak lagi menimbulkan keresahan tahunan,” tutur Baba.
Ia menyadari bahwa pendekatan satu model tidak akan serta-merta berhasil di daerah dengan kondisi geografis dan sosial yang berbeda. Oleh sebab itu, adaptasi lokal menjadi prinsip utama dalam menilai relevansi setiap praktik yang akan dipelajari.
Dalam pandangannya, hanya melalui pendekatan yang kontekstual dan kolaboratif, sistem pendidikan di Kalimantan Timur dapat tumbuh secara lebih berimbang dan menjawab kebutuhan masyarakat secara nyata.
Komisi IV, lanjut Baba, akan terus mengawal isu ini hingga ada formulasi kebijakan yang lebih responsif terhadap kondisi riil di lapangan. Baginya, pendidikan adalah soal masa depan, dan kesalahan berulang dalam sistem penerimaan siswa baru sama saja dengan menunda kesempatan generasi muda untuk mengakses hak dasarnya. (Adv)