
Insitekaltim, Samarinda – Krisis daya tampung sekolah negeri di Kutai Timur (Kutim) memuncak. Tahun ini, sekitar 500 lulusan SMP di Sangatta Selatan terancam gagal melanjutkan pendidikan ke SMA negeri lantaran keterbatasan fasilitas. Kondisi ini membuat Anggota DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) Agus Aras, mendesak langkah cepat dan nyata agar tak ada anak yang tertinggal.
Masalah daya tampung sekolah negeri di Kutim bukan persoalan baru. Setiap tahun, jumlah lulusan SMP terus meningkat, sementara fasilitas sekolah negeri belum memadai.
“Kami di DPRD Kaltim mendorong agar Pemkab Kutim segera menyurati Dinas Pendidikan Kaltim. Harus ada percepatan pembangunan gedung baru dan penyelesaian proses hibah lahan,” kata Agus saat menerima kunjungan Komisi D DPRD Kutim, Kamis, 10 Juli 2025.
Agus melihat kondisi ini sebagai cermin ketimpangan serius antara kebutuhan masyarakat dan kesiapan infrastruktur pendidikan. Banyak kecamatan di Kutim masih kekurangan ruang kelas baru (RKB), terutama di Sangatta Utara dan Sangatta Selatan yang menjadi pusat pertumbuhan penduduk.
“Gedung dan lahan harus segera disiapkan, kebutuhan sudah sangat mendesak. Jangan tunggu tahun depan,” ucapnya.
Ia juga menyinggung rencana penambahan jumlah siswa per kelas dari 36 menjadi 38 atau 40 sebagai solusi sementara. Kebijakan ini bisa membantu, tetapi harus dilakukan hati-hati agar tidak mematikan peran sekolah swasta yang juga penting dalam pemerataan pendidikan.
“Kami mendukung penambahan kapasitas kelas, tapi jangan sampai menutup peluang sekolah swasta yang juga berkontribusi,” jelas Agus.
Selain infrastruktur, Agus menyoroti program pendidikan gratis yang dikenal dengan istilah Gratispol. Banyak masyarakat belum memahami secara detail apakah program ini mencakup iuran bulanan, seragam, hingga buku pelajaran.
“Program gratis itu bagus, tapi teknisnya harus jelas sejak awal supaya tidak membingungkan pihak sekolah maupun orang tua,” ujarnya.
Agus juga mendorong adanya pemetaan kebutuhan pendidikan secara rutin setiap tahun agar perencanaan pembangunan sekolah lebih terarah dan tidak sekadar reaktif saat krisis sudah terjadi.
Menurutnya, perencanaan yang baik harus mencakup pembangunan Unit Sekolah Baru (USB), penambahan RKB, hingga perekrutan tenaga pendidik berkualitas untuk wilayah yang masih kekurangan guru.
Masalah daya tampung di Kutim bukan sekadar angka di atas kertas. Ini menyangkut masa depan ratusan siswa yang berhak mendapat akses pendidikan layak.
“Kalau tidak ditangani segera, kita yang akan menanggung akibatnya. Pendidikan adalah hak semua anak, dan pemerintah harus hadir untuk menjamin itu,” tandasnya.