
Insitekaltim, Samarinda – Dugaan aktivitas tambang batu bara ilegal di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda memicu sorotan tajam DPRD Kalimantan Timur (Kaltim). Dalam rapat dengar pendapat (RDP) gabungan komisi di DPRD Kaltim, para legislator meminta agar kasus ini diusut tuntas hingga ke semua pihak yang terlibat.
Kasus yang mengguncang dunia akademik ini melibatkan tersangka utama berinisial R (41), yang diduga nekat melakukan penambangan batu bara tanpa izin di KHDTK Fakultas Kehutanan Unmul Lempake sejak 2 hingga 3 April 2025. Berdasarkan hasil penyelidikan, R tidak mengantongi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP-OP) maupun Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH).
“Perbuatan saudara R sangat jelas melanggar hukum. Ini bukan sekadar pelanggaran administrasi, tetapi juga perusakan kawasan hutan yang menjadi pusat pendidikan kehutanan di Kaltim,” kata Darlis, Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim pada Kamis 10 Juli 2025
Modus yang digunakan terbilang berani. R menyewa excavator milik pihak lain untuk membuka lahan di KHDTK Unmul seluas 3,48 hektare. Lahan tersebut termasuk dalam area seluas 299 hektare yang telah ditetapkan sebagai kawasan pendidikan dan pelatihan kehutanan berdasarkan SK Menteri LHK Nomor SK.241/MENLHK/SETJEN/PLA.0/6/2020.
Dari keterangan penyidik, alat berat excavator yang digunakan ternyata milik seorang pengusaha berinisial G, yang disewa langsung oleh R. Excavator itu dimobilisasi melalui jalur hauling bersama yang juga digunakan oleh beberapa perusahaan resmi, termasuk PT Lana Harita dan KSU Putra Mahakam Mandiri (Pumma).
Tak berhenti di situ, aparat penegak hukum juga menemukan adanya rencana kerja sama penambangan antara R dan pihak lain berinisial F. Namun, rencana tersebut batal lantaran R tidak mampu membayar fee operasional yang disepakati sebesar Rp1,5 miliar kepada KSU Pumma.
“Penambangan sudah masuk tahap pembukaan lahan, penggalian hingga singkapan batu bara terlihat. Walaupun batu bara belum diangkut, unsur pidana sudah terpenuhi karena kegiatan penambangan telah dilakukan,” ujar AKBP Melki Bharata, Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Kaltim.
Dalam RDP, Balai Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan juga memaparkan rangkaian pemeriksaan saksi-saksi, mulai dari pihak Fakultas Kehutanan Unmul, KSU Pumma, distributor alat berat, hingga ketua RT setempat. Total belasan saksi telah diperiksa, bahkan beberapa saksi kunci dijemput paksa karena mangkir dari panggilan.
Selain pemanggilan, penyidik juga menyita sejumlah barang bukti penting, termasuk video dari mahasiswa Unmul, dokumen kontrak, hingga peta overlay yang menunjukkan lokasi pasti kegiatan tambang ilegal di dalam KHDTK.
Fakta mengejutkan lainnya, berdasarkan hasil overlay peta, seluruh aktivitas tambang yang dilakukan R berada 100% di dalam kawasan hutan pendidikan Unmul yang berstatus Hutan Produksi Tetap (HP). Artinya, tidak pernah ada izin resmi yang membolehkan kegiatan pertambangan di kawasan tersebut.
“Kalau kita biarkan, kerusakan hutan akan semakin masif dan kampus sebagai lembaga pendidikan kehilangan kredibilitas. Ini harus dijadikan contoh agar ada efek jera bagi pelaku tambang ilegal lainnya,” ucap Darlis.
DPRD Kaltim juga meminta Tim Hukum Unmul terus mengawal ketat proses penyidikan hingga tahap penuntutan. Hasil evaluasi kerugian lingkungan dan ekonomi saat ini masih diverifikasi tim hukum kampus, yang diperkirakan mencapai miliaran rupiah.
RDP juga menekankan pentingnya dukungan fasilitas untuk pengelolaan dan pengamanan KHDTK sebagaimana direkomendasikan dalam rapat sebelumnya. Legislator menilai penguatan sarana pengawasan menjadi kunci pencegahan kasus serupa.
“Jangan sampai hutan pendidikan justru dijadikan lahan tambang liar. Kita dorong Pemprov Kaltim segera memberikan dukungan penuh agar KHDTK tetap terjaga sebagai laboratorium alam,” tambah Darlis.
Sementara itu, Polda Kaltim akan mengembangkan kasus ini ke kemungkinan aktor lain yang terlibat. Semua pihak terkait akan diperiksa, termasuk pihak yang menyediakan alat berat dan jalur hauling.
“Kasus ini tidak berhenti pada satu orang. Kami komitmen mengusut sampai ke akar-akarnya,” ujar AKBP Melki.
Kasus tambang ilegal di kawasan hutan Unmul tidak hanya menyorot persoalan hukum dan lingkungan, tetapi juga menjadi cermin lemahnya pengawasan di sektor kehutanan dan pertambangan. Banyak pihak berharap kasus ini menjadi momentum perbaikan tata kelola sumber daya alam di Kaltim.
“Kita harus jaga hutan dan marwah lembaga pendidikan kita. Penegakan hukum tegas adalah jawabannya,” pungkas Darlis.

