
Insitekaltim,Samarinda – Wakil Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) Puji Setyowati memberikan pandangannya terkait kontroversi yang berkembang di masyarakat mengenai Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Program yang mengharuskan karyawan swasta dipotong 2,5% dari gajinya dan 0,5% dari pemilik usaha ini telah menimbulkan berbagai reaksi penolakan dari sejumlah pihak, termasuk karyawan swasta itu sendiri.
Menurut Puji, gagasan Tapera sebenarnya adalah langkah baik dari pemerintah untuk memastikan setiap individu dapat memiliki rumah layak di masa depan. Sebab soal tempat berteduh menjadi barang penting untuk menjaga keselamatan tiap orang.
“Mendapatkan tempat tinggal yang layak adalah hal utama dan penting. Pemerintah sudah memikirkan bahwa setiap individu suatu saat akan memiliki rumah berdasarkan tabungan untuk keluarga dan anak cucu keturunannya,” ujarnya, (31/5/2024).
Namun, ia juga menekankan pentingnya transparansi dan sosialisasi dalam pelaksanaan program ini. Bagaimanapun penolakan yang terjadi di masyarakat bukan saja tentang potongan gaji itu sendiri, melainkan tidak adanya informasi yang jelas bagaimana mekanisme dan hal lainnya dibalik hadirnya Tapera bagi swasta.
“Saya adalah warga Indonesia saat ini, kita perlu tahu sistemnya seperti apa. Tapera harus dilakukan dengan sistem yang transparan dan benar-benar kuat. Jangan sampai setelah pergantian pemimpin, kebijakan berubah dan uang yang sudah dipotong tidak bisa diambil,” tegasnya.
Puji mengingatkan bahwa sosialisasi yang baik akan mencegah kebingungan di kalangan masyarakat dan sosialisasi juga menjadi upaya utama mengenalkan suatu produk dan program kepada masyarakat sebagai konsumennya sebelum tiba-tiba dilakukan.
“Pegawai tidak boleh tiba-tiba dipotong 3% dari gajinya tanpa penjelasan yang jelas. Semua pihak yang terikat dalam program ini harus mengetahui dengan jelas hak dan kewajiban mereka,” katanya.
Lebih lanjut, Puji mengkritisi aspek keadilan dalam pemotongan gaji. Ia mencontohkan, apabila pendapatan setiap orang itu berbeda-beda maka otomatis terkait potongan gaji untuk Tapera apakah sudah pasti berbeda atau disamarkan.
Pasalnya jika karyawan dengan gaji UMR dipotong 2,5 persen, tentu tidak akan sama nilainya dengan karyawan berupah dua digit atau di atas Rp10 juga per bulannya. Oleh karenanya, penting bagi pemerintah mensosialisasikannya secara rinci agar tidak ada lagi kerancuan di dalamnya.
“Pemotongan 3% dari keseluruhan gaji tanpa memperhitungkan perbedaan golongan pendapatan tidaklah ideal. Harus ada keadilan dan kejelasan mengenai hak yang diterima oleh masing-masing golongan. Misalnya, golongan 1 dipotong sekian persen untuk mendapatkan rumah tipe apa,” jelasnya.
Puji Setyowati menegaskan bahwa transparansi, sosialisasi, dan keadilan adalah kunci untuk membuat program Tapera diterima dengan baik oleh masyarakat. Kontroversi Tapera masih menjadi topik hangat di masyarakat. DPRD Kaltim berharap pemerintah dapat memberikan penjelasan yang jelas dan menyeluruh kepada publik untuk menghindari kesalahpahaman dan penolakan lebih lanjut.