Insitekaltim,Jakarta – Dalam menghadapi Pemilu 2024, kekhawatiran terkait netralitas dan independensi media muncul, mengingat keterlibatan pemilik media besar dalam mendukung ketiga kubu capres-cawapres.
Namun, menurut Ketua Umum Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Teguh Santosa pengaruh pemilik media pada masing-masing kubu masih proporsional dan tidak bersifat brutal.
Teguh menyampaikan pandangannya dalam sebuah dialog di RRI Pro3 pada Jumat (29/12/2023). Dia mencatat bahwa saat ini instrumen untuk mengawasi karya pers semakin lengkap, dengan aturan ketat di setiap ruang redaksi yang mewajibkan karya pers berdasarkan fakta dan kaidah jurnalistik.
Lebih lanjut, Teguh menjelaskan adanya fungsi pendidikan dan pengawasan dari organisasi profesi wartawan dan perusahaan media seperti JMSI, serta peran Dewan Pers dalam menjaga kualitas karya pers.
Publik juga memiliki peran dalam mengontrol kualitas informasi dengan meragukan berita yang diterbitkan oleh media.
“Keragu-raguan publik terhadap informasi yang disampaikan media sebetulnya juga bisa dilihat sebagai alat kontrol,” urai Teguh dalam dialog yang dipandu penyiar RRI Desy Natalie melalui siaran persnya.
“Kok bisa masyarakat tidak percaya sementara kita sudah bekerja sebaik mungkin, Itu bagian dari yang harus dipertanyakan dan diharapkan mendorong kita (pekerja media) agar semakin baik di hari-hari berikutnya,” sambungnya.
Teguh mengapresiasi upaya semua pihak, khususnya pekerja media, dalam mengurangi nuansa sektarian dan menjadikan berita lebih berfokus pada substansi.
Seiring dengan itu, Teguh memberikan imbauan kepada publik untuk tidak hanya memiliki minat baca tinggi tetapi juga daya baca yang baik, agar mampu memahami informasi secara utuh dan tidak emosional.
Ia memahami keragu-raguan masyarakat terhadap berita media massa dan menganggapnya sebagai hal yang positif.
Menurut Teguh, semakin masyarakat ragu terhadap berita yang mereka baca, baik dari media massa yang menjunjung tinggi kaidah jurnalistik maupun dari media sosial yang cenderung subjektif, semakin baik.
Hal ini diharapkan dapat mendorong masyarakat menjadi lebih kritis dan tidak apatis.
“Semakin masyarakat ragu pada berita yang mereka baca, entah itu dari media massa yang mengedepankan kaidah-kaidah jurnalistik atau dari media sosial yang cenderung semau gue, semakin baik,” ujarnya.
Teguh juga menyoroti tantangan pekerja media di era digital yang terbuka ini. Dengan adanya blokade pemilik media di setiap pasangan capres-cawapres, ia menyatakan bahwa tidak ada jaminan bahwa karya pers yang sangat baik akan dipercaya oleh masyarakat.
“Tidak ada jaminan bagi kita bahwa karya pers yang dikerjakan dengan sangat baik akan dipercaya. Apalagi kalau masyarakat melihat di latar belakang ada blocking pemilik media di setiap pasangan capres-cawapres,” ungkapnya kembali.
Oleh karena itu, ia mengajak untuk semakin meningkatkan daya baca masyarakat dalam mencari informasi dan mengevaluasi rekam jejak kandidat tidak hanya berdasarkan situasi saat ini tetapi juga untuk meramalkan masa depan.
“Semakin ragu, semakin baik,” tegas Teguh Santosa.
Dia berharap bahwa keragu-raguan tersebut akan menjadi pendorong bagi masyarakat menjadi lebih kritis dan tidak mudah terpengaruh.