Insitekaltim,Samarinda – Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Prof Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan setiap isu dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pasti kontroversial.
Eddy, sapaan akrabnya mengaku KUHP Nasional yang telah disusun dan disahkan DPR RI pada rapat paripurna (6/12/2022) lalu bukanlah KUHP yang sempurna dan tidak mungkin memuaskan seluruh lapisan masyarakat, namun pihaknya mencoba mencari jalan tengahnya.
“KUHP lama menjadikan sanksi pidana sebagai sarana balas dendam. KUHP baru tidak lagi,” kata Eddy pada kegiatan Kumham Goes to School 2023 di Auditorium Universitas Mulawarman, Kamis (8/6/2023).
Ia menjelaskan, berdasarkan arahan Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo bahwa setelah Kemenkumham selesai membentuk KUHP Nasional dan disahkan, maka tempat pertama yang dilakukan sosialisasi adalah kampus.
“Kami memang memilih Unmul sebagai salah satu kampus dari 16 kegiatan Kumham Goes to Campus 2023 karena ya kita tahu persis ini salah satu universitas terbaik yang ada di Kaltim,” ucapnya.
Lanjut Eddy, salah satu visi dari KUHP Nasional ialah mencegah untuk penjatuhan pidana dalam waktu singkat sehingga tidak ada lagi memutus pidana penjara satu atau dua tahun.
“Kalau menjatuhkan pidana harus di atas lima tahun karena tidak menjadikan pidana sebagai sarana balas dendam,” tegasnya.
Ia menerangkan, visi KUHP Nasional berorientasi pada paradigma hukum modern yang membuat sanksi bukan lagi penjara, melainkan bisa pindana ataupun tindakan.
“Tidak akan selesai dengan memenjarakan seseorang. Tidak semua orang yang berada di lembaga pemasyarakatan buruk dan tidak semua orang yang berada di luar lembaga pemasyarakatan baik,” sebutnya.
Dirinya juga menegaskan, KUHP Nasional bukan membatasi kebebasan berdemokrasi, berekspresi atau berpendapat secara lisan dan tulisan, tetapi mengatur kebebasan berdemokrasi.
Melalui ruang diskusi itu, ia berharap mahasiswa akademisi bisa menyebarluaskan pemahaman tentang KUHP juga kepada masyarakat.
Akademisi Fakultas Hukum Universitas Jember I Gede Widhiana Suarda yang hadir sebagai narasumber memaparkan mengapa masyarakat memerlukan KUHP yang baru ini.
Pertama, alasan politis. Ia mengungkapkan, masyarakat mungkin tidak sadar bahwa KUHP lama adalah produk pemerintah kolonial Belanda di tahun 1800-an namun setelah merdeka Indonesia belum bisa membuat KUHP baru.
“Makanya kita sebagai bangsa yang merdeka harus bisa membuat KUHP sendiri, bukan produk negara lain. Harus ada semangat kemerdekaan dalam menyusun KUHP sendiri,” tuturnya.
Kedua, alasan sosiologis. Sebab KUHP merupakan buatan belanda, maka secara sosiologis itu adalah roh Belanda dengan nilai-nilai yang hidup dan berkembang di Belanda.
“Jadi kita harus sesuaikan nilai-nilai yang berkembang di Indonesia, seperti nilai Pancasila dan kebhinekaan untuk menyusun KUHP yang baru,” jelasnya.
Keempat, alasan praktis. Kepastian hukum penting dan Indonesia tidak memiliki terjemahan resmi dimana KUHP lama masih dalam bahasa Belanda yang diterjemahkan secara bebas oleh pakar.
“Karena bukan terjemahan resmi maka penegakan hukumnya dari berbagai penafsiran tergantung pakai terjemahan siapa sehingga kepastian hukumnya menjadi problematik. Kita akan segera miliki KUHP baru yang teksnya bahasa Indonesia, tapi juga akan disediakan dalam bahasa inggris,” terangnya.
Terakhir, alasan adaptif. Maksudnya, dengan perkembangan yang terjadi di dunia saat ini, kejahatan harus diatur dalam KUHP.
“Misalkan tindak pidana perdagangan orang, pencucian uang dan terorisme tidak ada dalam KUHP lama, sehingga harus diatur, diakomodir dalam KUHP baru karena dalam realitanya ada pidana yang seperti itu,” pungkasnya.
Sosialisasi diikuti ratusan mahasiswa Unmul Fakultas Hukum dan lainnya. Hadir dalam kegiatan, Rektor Unmul Abdunnur.

