Insitekaltim,Jakarta – Akun Instagram Official Bank Indonesia menggunggah sebuah postingan yang menyoroti tingginya angka pengangguran Generasi Z (Gen Z) di Indonesia yang mencapai 9,9 juta jiwa, Senin (10/6/2024).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik BPS pada Agustus 2023, sebanyak 9,9 juta Gen Z di Indonesia tercatat tidak menjalani pendidikan, tidak sedang bekerja dan tidak sedang mengikuti pelatihan.
Postingan tersebut dibanjiri beragam komentar. Beberapa warganet rata-rata menyampaikan opini mereka terkait alasan banyaknya Gen Z yang menganggur. Misalnya saja akun bernama alifianjune_ yang menyebutkan bahwa faktor pembatasan umur untuk melamar pekerjaan yang dinilai mempersulit Gen Z mendapatkan pekerjaan.
“Saya ada ijazah, saya ada pengalaman kuliah sampai kerja, saya ada skill mulai bahasa Inggris dan segala macam itu. Tapi tetap susah nyari kerja mas/mba. Di Inggris dalam 2 minggu orang bisa dapat kerja, di Indonesia kakak saya jurusan IT keterima kerja setahun kemudian tanpa orang dalam. Saya nyari kerja juga tanpa orang dalam dan sulit sekali,” sebut akun Instagram a.d_notonegoro yang menyampaikan kisahnya.
Ada juga akun Instagram bernama iwayansutasma yang menyinggung soal pendidikan di sekolah di Indonesia hanya didominasi dengan hapalan dan tidak sesuai dengan kebutuhan dunia kerja saat ini. Bahkan menurutnya, sumber daya manusia (SDM) yang lahir dari pendidikan di Indonesia akan menjadi peminta bantuan sosial kelak.
“Karena pendidikan di sekolah hanya sebatas hafalan titik jadi lulus tidak siap untuk bekerja dan menciptakan minat untuk meminta bantuan sosial atau BLT. Kalau anak pejabat atau yang lahir kaya pasti menyekolahkan anaknya ke luar negeri,” ujarnya.
Kemudian, akun Instagram bernama agungrahmankusumawardhana lebih menekankan terhadap saran yang dapat dilakukan oleh pemerintah. Terdapat lima saran yang ia rasa sesuai dengan kebutuhan pasar terhadap SDM di Indonesia dan bagaimana cara pemerintah mendongkrak penurunan angka pengangguran.
“Pertama, batasan umur dirubah. Kedua, lapangan pekerjaan diperbanyak. Ketiga, HR perusahaan ada info terkait karyawan yang memenuhi kualifikasi atau tidak. Keempat, kalau sudah ada pengalaman kerja dan psikotesnya tidak diperlukan, cukup wawancara saja lumayan bisa menghemat waktu. Kelima, tidak perlu bertanya mau kerja atas dasar referensi siapa intinya orang mau kerja itu memang dia butuh pekerjaan dan kalau tidak ada kenalan orang dalam perusahaan, memangnya tidak berhak buat berkarir setiap orang memiliki hak yang sama jika dia memiliki potensi,” sarannya.
Saran lainnya dilontarkan akun Instagram bernama dedywinarto. Ia menyarankan agar lowongan kerja di Indonesia dapat mencontoh negara-negara maju lainnya seperti Jerman, Australia, Amerika dan Hongkong yang tidak menerapkan batas minimal atau maksimal usia, minimal pendidikan tertentu, jenis kelamin tertentu, agama tertentu, status pernikahan tertentu dan minimal pengalaman tertentu.
Akun dedywinarto itu lebih menekankan agar pencari kerja dapat fokus melihat peluang dari seseorang yang belum berpengalaman menjadi ahli di bidangnya melalui skema evaluasi bulanan. Di mana dalam sebulan dapat dilihat apakah pekerja tersebut pantas dipertahankan atau tidak.
Menurutnya, jauh lebih baik menggunakan skema evaluasi bulanan ketimbang melihat hasil secara sepihak melalui sesi wawancara atau sesi tes psikotes yang dinilainya kurang sesuai.
“Dan menurut sumber tersebut (HRD Jerman) di sana, jika ada perusahaan atau instansi ataupun usaha yang menerapkan syarat yang menyulitkan pencari kerja, maka akan didenda oleh negara. Semoga Indonesia dapat mencontoh negara-negara lain Salah satunya negara Jerman dalam hal lowongan pekerjaan sehingga dengan demikian akan pengangguran dapat ditekan,” potongan komentar dedywinarto.
Fakta ini membuka realita bahwa saat ini ekonomi bangsa tidak sedang dalam keadaan baik. Gen Z akan menjadi generasi yang paling merasakan gejolak fluktuatifnya ekonomi. Namun fakta ini juga tidak harus diratapi.
Ini menjadi pembuka mata semua pihak untuk membuat perubahan secara bergotong royong agar generasi pemimpin masa depan bangsa ini dapat terserap ke dunia kerja dan dapat berkontribusi memajukan perekonomian daerah.