Insitekaltim, Samarinda – Perdebatan seputar penyebab longsor di Kilometer 28, Desa Batuah, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, belum menunjukkan titik terang.
Warga yang terdampak bencana tidak tinggal diam. Mereka menggugat keras kehadiran aktivitas pertambangan PT Baramulti Suksessarana Tbk (BSSR) yang dinilai sebagai sumber malapetaka.
Tuduhan ini mengemuka dalam kunjungan lapangan yang dilakukan oleh Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kalimantan Timur bersama Komisi III DPRD provinsi Kaltim pada Selasa, 24 Juni 2025.
Sejumlah warga yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Tani Bersatu meluapkan kegeraman mereka. Di hadapan Kepala Dinas ESDM Kalimantan Timur Bambang Arwanto serta dua anggota DPRD Kalimantan Timur, Akhmed Reza Fachlevi dan Sugiyono, mereka tak lagi bisa menahan kekecewaan.
“Itu penyebab longsor,” seru warga sambil menunjuk ke arah disposal tambang.
Disposal atau timbunan limbah tambang itu dituding sebagai pemicu bencana yang telah merusak pemukiman dan mengancam keselamatan jiwa.
Namun pemerintah belum menyimpulkan hal serupa. Kepala Dinas ESDM Kaltim Bambang Arwanto menegaskan bahwa pihaknya belum bisa serta merta menyatakan disposal sebagai penyebab utama pergerakan tanah di kawasan tersebut. Menurutnya, penentuan penyebab bencana harus melalui kajian teknis mendalam.
“Kami belum memutuskan bahwa disposal merupakan penyebab utama. Inspektur tambang akan melakukan investigasi masalah ini untuk mendapatkan kesimpulan, siapa yang bersalah. Kalau BSSR yang salah, maka kita minta pertanggungjawaban, tetapi kalau ini bencana alam, maka tidak ada yang bisa disalahkan,” ujar Bambang di hadapan warga.
Lebih jauh, Bambang menjelaskan bahwa inspektur tambang yang akan diturunkan bertugas melakukan inspeksi dan pengawasan keteknikan, sebagai bagian dari mandat pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan.
Pernyataan Bambang tersebut belum cukup memuaskan warga. Dalam pertemuan itu, mereka juga mendesak agar PT BSSR segera memberikan santunan kepada korban longsor. Selain itu, tuntutan agar lahan relokasi yang saat ini masih berstatus pinjam pakai segera diubah menjadi hak milik kembali digaungkan dengan tegas.
Warga menganggap ketidakjelasan status lahan relokasi sebagai bentuk ketidakadilan yang memperpanjang penderitaan mereka pascalongsor. Apalagi, mereka merasa telah menjadi korban dua kali, pertama akibat kehilangan tempat tinggal, dan kedua karena tidak memperoleh kepastian hak atas tempat tinggal pengganti.
Menanggapi desakan tersebut, Bambang menyatakan bahwa Dinas ESDM akan menjalin koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara. Ia berharap penyelesaian masalah ini tidak hanya bergantung pada ranah teknis pertambangan, tetapi juga melibatkan upaya kolektif dari pemerintah daerah dan perusahaan.
“Kita akan berkoordinasi dengan Pemerintah Kutai Kartanegara agar dapat bersinergi untuk penyelesaian masalah ini,” tuturnya. (Adv/DiskominfoKaltim)
Editor: Sukri