Insitekaltim, Samarinda – Tradisi budaya semakin mendapat tempat di hati masyarakat Kalimantan Timur, salah satunya melalui Festival Layang-layang, yang diadakan oleh Relawan Rudy-Seno, Koalisi Pemuda Simpati (Kopasti) Kota Samarinda.
Acara yang diikuti oleh peserta dari berbagai kabupaten/kota di Kalimantan Timur, seperti Balikpapan, Bontang, Samarinda, Sangatta dan Tenggarong, berlangsung di eks Bandara Temindung, Lapangan Temindung Permai, Samarinda pada Minggu, (13/10/2024).
Sejak pukul 08.00 WITA, layang-layang beraneka warna menghiasi langit Samarinda, bersaing di tengah hembusan angin. Selain kompetisi seru antar layang-layang, acara juga dimeriahkan dengan penampilan seni Reog Ponorogo, memberikan warna tradisional yang kental dalam festival ini.
Pelestarian budaya ini tidak hanya menjadi agenda lokal, namun telah merambah panggung internasional, menggaungkan warisan leluhur yang mendunia.
Ketua Panitia, Perli mengungkapkan apresiasinya terhadap semangat luar biasa para peserta dalam mengikuti lomba layang-layang aduan yang sudah dua kali diselenggarakan di lokasi yang sama.
“Alhamdulillah, pesertanya luar biasa. Ini adalah kali kedua kita menggelar lomba layang-layang di eks Bandara Temindung. Tradisi layang-layang, yang kini juga diperlombakan di Pekan Olahraga Nasional (PON), harus terus dibina dan dilestarikan. Tradisi ini adalah milik rakyat dan tidak bisa kita kesampingkan,” ungkap Perli.
Perli juga menekankan pentingnya peran masyarakat dan komunitas untuk terus melaksanakan kegiatan seperti ini agar tradisi layang-layang tidak punah.
“Jika tidak ada yang peduli atau melakukan pembinaan, layang-layang tidak akan hidup. Ini sudah internasional, layang-layang itu sudah diakui di panggung dunia, jadi kita harus bisa menjaga agar tradisi ini tetap semarak di Kalimantan Timur,” tambahnya.
Layang-layang Indonesia sendiri masuk ke kancah internasional pada tahun 1997 saat dipamerkan pada festival layang-layang di Prancis. Layang-layang yang dipamerkan adalah Kaghati Kolope, layang-layang tradisional dari Pulau Muna, Sulawesi Tenggara, yang diperkirakan berusia sekitar 4.000 tahun.
Hal tersebut menjadi kehormatan bagi Indonesia sebagai negara penemu dan pembuat layang-layang pertama di dunia menurut penelitian Wolfgang, seorang ahli layang-layang kelas dunia dari Jerman, tahun 1997.
Lebih lanjut, Salah satu momen istimewa dalam festival layang-layang aduan di Samarinda ini adalah kehadiran calon gubernur Kalimantan Timur, Rudy Mas’ud. Rudy mampir ke lokasi lomba untuk menyaksikan langsung antusiasme peserta di tengah panasnya cuaca.
Kehadiran Rudy menjadi simbol pemimpin yang mampu merangkul dan terjun langsung ke masyarakat.
“Rudy Mas’ud datang ke acara ini, melihat langsung bagaimana panasnya para peserta yang berkompetisi di bawah terik matahari,”ucapnya Perli Kepada MSI Group.
“Ini adalah sosok pemimpin yang dibutuhkan, pemimpin yang bisa merakyat dan tidak segan datang ke acara seperti ini,” tambahnya..
Selain mengapresiasi kehadiran Rudy Mas’ud, Perli juga berharap jika Harum (panggilan akrab Rudy Mas’ud) terpilih menjadi gubernur, ia akan tetap memberikan perhatian khusus pada tradisi budaya lokal, seperti layang-layang dan Reog Ponorogo.
Perli mengingatkan pentingnya menjaga dan melestarikan budaya daerah agar tidak diambil alih oleh negara lain.
“Harapan saya, gubernur yang seperti Rudy ini bisa terus memperhatikan layang-layang dan kesenian reog, khususnya yang ada di Samarinda dan Kalimantan Timur secara umum. Jangan sampai budaya kita diakui oleh negara tetangga,” tegas Perli.
Festival ini tidak hanya menjadi ajang kompetisi, tetapi juga sebagai sarana untuk melestarikan budaya lokal yang telah diakui dunia. Dengan adanya dukungan dari masyarakat dan pemimpin yang peduli, tradisi ini akan terus hidup dan diwariskan kepada generasi berikutnya.
Selain layang-layang, penampilan Reog Ponorogo juga menjadi daya tarik tersendiri dalam festival ini. Pertunjukan seni tradisional asal Jawa Timur ini semakin memperkaya ragam budaya yang dihadirkan dalam acara tersebut, menambah semangat kebersamaan dan kecintaan masyarakat terhadap budaya lokal.
Festival Layang-layang dan Reog Ponorogo ini menjadi bukti nyata bahwa budaya lokal, jika dilestarikan dan didukung penuh, bisa menjadi aset yang mendunia, memperkuat jati diri dan kebanggaan masyarakat Kalimantan Timur.