Reporter: Akmal – Editor: Redaksi
Insitekaltim, Samarinda – Sejak tahun 1982, keadaan di Jalan Muang Dalam, Kelurahan Lempake, Kota Samarinda Utara terlihat sejahtera dan tidak ada hal buruk yang melanda kawasan tersebut.
Namun, semua berubah dua tahun terakhir setelah adanya tambang ilegal. Perlahan bisnis emas hitam itu mulai menjalar hingga ke permukiman warga. Bahkan dampak terbesarnya ketika banjir bandang bercampur dengan lumpur sehingga menenggelamkan hampir setengah badan jalan.

Penduduk setempat, Sutejo, memendam keresahan ini sejak lama. Ia tidak tahu harus mengadu kepada siapa, kurangnya mendapatkan sosialisasi dari pemerintah membuat mereka tak berdaya.
“Kita ini namanya masyarakat kecil aja mau mengadu kemana tidak tau caranya seperti apa. Yang bikin resah kami itu di sekitar permukiman warga ada kegiatan yang diduga tambang ilegal,” ucapnya saat disambangi Insitekaltim.com, Jumat (3/9/2021).
Melalui pantauan Insitekaltim.com, hampir sepanjang jalur dikelilingi oleh hamparan sawah yang direndam akibat curah hujan cukup deras sejak pukul 21.00 hingga 00.03 Wita semalam.
“Proses surutnya itu sekitar 5 jam, tapi masih belum keseluruhan. Tingginya kalau di badan jalan selutut kaki saya, tapi kalau di pinggir jalan tempat sawah itu berada sampai pinggang,” terangnya.
Terpancar dari raut wajah Sutejo, rasa khawatirnya jelas melanda dirinya. Bagaimana tidak, kalau kegiatan tambang tersebut terus dibiarkan bakal menimbulkan dampak yang lebih parah. Banjir akan semakin tinggi, lahan persawahan perlahan mulai musnah.
“Hampir 99 persen penduduk di sini itu berpenghasilan dari bertani, terus kalau banjir begini lumpur semua turun, mereka bakal gagal panen, pendapatan tentu semakin berkurang,” katanya.
Oleh karena itu, masyarakat berharap ada campur tangan pemerintah dalam menangani permasalahan tersebut.
“Ya harapan kami, di sini banyak, pemulihan petani yang penting. Namanya kayak gini kita mau cari nafkah kemana lagi, tiap hari perlu makan, kalau bisa tambang yang tidak berizin ditutup aja,” pintanya.
Secara terpisah, Camat Samarinda Utara Syamsul Alam angkat suara. Ia menjelaskan bahwa sedari dulu kegiatan tambang berupa koridor itu sudah berjalan di kawasan tempat tinggal warga.
Pria yang telah lama menjabat sebagai camat ini menambahkan kalau saat harga emas hitam itu turun aktivitas juga terhenti. Ketika biaya kembali melonjak, semua mulai berlomba mendapatkan bongkahan batu arang.
Syamsul sempat disinggung mengenai titik pasti dari kawasan tambang, ia menjawab titik koridor tidak tahu sebab bukan legal.
“Ketika pihak terkait ingin melakukan razia, galian memang ditemukan. Namun alat-alat sempat hilang karena informasi bocor,” paparnya melalui telepon seluler.
Ia membeberkan ada 5 laporan jika dikalkulasikan mulai dari tahun 2018 sampai hari ini.
“Kalau dari dulu ada lima laporan. Tindak lanjutnya tetap masih mucil, balik lagi kegiatan. Bahkan sampai ke ranah provinsi masih begitu tetap saja. Ujung-ujungnya harus Polda yang menghentikan,” jelasnya.
Lurah Lempake Nurharyanto mengamini pernyataan camat. Tepatnya di Jalan Embalut tak jauh dari Muang Dalam yang paling parah keadaannya. Karena ada sedikit tumpukan batu bara lalu debit air di sana juga terbilang besar.
“Informasi yang didapat, titik di RT 33, 34, 35 dan 47 katanya terdapat kegiatan tambang ilegal. Ada juga laporan warga di sana ikut bermain. Jadi kita ini susah menghalau tambang ilegal itu,” tambahnya.
Jika terus begini, mencari nafkah tak akan semudah dulu, kini hanya tersisa bongkahan batu bara yang hidup berkecimpung dengan mereka.
“Semua warga berharap, pihak yang berwenang segera mengatasi ini. Agar permasalahan mulai dari banjir sampai pemulihan bagi pertanian itu segera ditangani,” pungkasnya.

