
Insitekaltim, Samarinda – Praktik jual beli lahan oleh warga kepada pelaku tambang ilegal di Kalimantan Timur (Kaltim) kian mengkhawatirkan. Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim Salehuddin menyebut fenomena ini tidak hanya melanggar hukum, tapi juga menyisakan kerugian ekologis dan ekonomi jangka panjang bagi masyarakat.
“Sebagian besar masyarakat tahu aktivitas tambang itu ilegal, tapi tetap melakukan transaksi. Mereka tergoda karena iming-iming kompensasi, padahal dampaknya sangat berat,” ujarnya saat ditemui di Samarinda, Senin, 28 Juli 2025.
Menurut Salehuddin, transaksi tersebut marak terjadi di sejumlah daerah seperti Sukabumi dan Kota Bangun. Lahan produktif, termasuk kebun sawit yang telah berbuah, dijual secara bertahap. Warga merasa tidak punya pilihan setelah lahan tetangga lebih dulu dilepas.
“Bahkan kebun sawit yang sudah menghasilkan ikut dijual juga. Setelahnya, lokasi jadi kolam bekas tambang yang tidak bisa ditanami lagi,” katanya.
Ia menyoroti bahwa meski ada fee yang diterima warga, kerugian yang ditanggung jauh lebih besar. Selain kehilangan aset produktif, warga juga menghadapi kerusakan lingkungan, tanah rusak, air tercemar, serta risiko kehilangan hak kepemilikan karena aktivitas ilegal tersebut.
“Yang lebih celaka, setelah tambang selesai dikeruk, para pelaku pergi. Warga ditinggal dengan tanah rusak yang tak bisa digunakan,” tegas legislator asal Kutai Kartanegara itu.
Salehuddin meminta agar Pemerintah Provinsi Kaltim dan pemerintah kabupaten/kota segera meningkatkan sosialisasi bahaya tambang ilegal kepada masyarakat. Edukasi yang berkelanjutan dinilai sangat penting untuk mengimbangi godaan uang cepat dari pelaku tambang.
“Kita dorong pemerintah untuk menyampaikan risiko tambang ilegal secara masif. Ini bukan hanya soal ekonomi, tapi juga kerusakan lingkungan dan pelanggaran hukum,” ucapnya.
Ia juga memperingatkan bahwa transaksi yang dilakukan warga dengan pelaku tambang ilegal tetap masuk dalam ranah pelanggaran hukum, meskipun atas dasar kesepakatan pribadi.
“Ini bukan sekadar soal setuju atau tidak setuju. Ini pelanggaran tata ruang, perizinan, dan ekologi. Warga bisa kehilangan hak atas tanahnya sendiri di masa depan,” ungkapnya.
Lebih lanjut, DPRD Kaltim mendorong kolaborasi antara pemerintah, aparat penegak hukum, dan media massa untuk bersama-sama membangun kesadaran masyarakat terhadap dampak jangka panjang aktivitas tambang ilegal.
“Kita perlu gerakan bersama. Jangan sampai masyarakat hanya melihat untung sesaat tapi menanggung kerugian turun-temurun,” tutup Salehuddin.