Insitekaltim, Samarinda — Wakil Menteri Hukum (Wamenkum), Prof. Edward Omar Sharif Hiariej (Prof. Eddie), menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor serta kesiapan aparatur penegak hukum di daerah dalam menghadapi implementasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang akan berlaku efektif pada Januari 2026.
Pesan tersebut disampaikan Prof. Eddie saat memberikan sambutan kunci secara virtual dalam Webinar Nasional Pojok Literasi Hukum bertema “Transformasi Hukum Pidana dalam KUHP Baru: Implementasi dan Strategi Penegakan Hukum di Tingkat Pusat dan Daerah” yang diselenggarakan oleh Kantor Wilayah Kementerian Hukum Kalimantan Timur pada Selasa, 11 November 2025.
Menurut Prof. Eddie, KUHP baru merupakan tonggak bersejarah dalam pembaruan hukum pidana nasional yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila dan berorientasi pada keadilan sosial. Ia menegaskan bahwa transformasi hukum pidana bukan sekadar perubahan redaksional, melainkan reformasi menyeluruh terhadap sistem keadilan di Indonesia.
“Transformasi hukum pidana dalam KUHP tidak hanya mengubah teks undang-undang, tetapi sedang mereformasi wajah keadilan di Indonesia,” tegasnya.
Lebih lanjut, Wamenkum menjelaskan bahwa KUHP baru membawa pergeseran paradigma dari keadilan retributif menuju keadilan restoratif, korektif, dan rehabilitatif. Pendekatan ini menekankan pemulihan dampak kejahatan serta keseimbangan sosial, bukan sekadar pembalasan.
“Tujuan hukum pidana bukan lagi sekadar menghukum, melainkan memperbaiki dampak kejahatan dan memulihkan keseimbangan sosial,” ujar Prof. Eddie.
Selain perubahan paradigma, sistem pemidanaan dalam KUHP baru juga menjadi lebih fleksibel melalui pengenalan jenis pidana kerja sosial, pidana pengawasan, serta sistem denda yang lebih terstruktur dan proporsional.
Wamenkum menambahkan, keberhasilan implementasi KUHP baru sangat bergantung pada sinergi antara aparat penegak hukum di pusat dan daerah. Dalam hal ini, Kantor Wilayah Kemenkum memiliki peran strategis sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat untuk memastikan pelaksanaan di daerah berjalan sesuai semangat pembaruan hukum.
“Kanwil Kemenkum memiliki peran strategis sebagai perpanjangan tangan pusat untuk memastikan setiap implementasi di daerah selaras dengan semangat KUHP baru.,” imbuhnya.
Prof. Eddie juga menyoroti pentingnya pembinaan hukum di tingkat masyarakat, dengan menekankan bahwa camat dan lurah dapat berperan sebagai agen edukasi hukum di wilayahnya.
“Prinsip equality before the law harus benar-benar hidup sampai ke tingkat kelurahan,” ucapnya.
Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah Kemenkum Kalimantan Timur, Muhammad Ikmal Idrus, menegaskan komitmen jajarannya untuk menjadi motor penggerak literasi hukum dan harmonisasi peraturan di daerah.
“KUHP baru bukan sekadar pengganti produk hukum kolonial, tetapi sebuah transformasi monumental menuju sistem hukum yang lebih adil, humanis, dan berakar pada nilai-nilai Pancasila serta kearifan lokal,” ungkap Ikmal.
Webinar yang digelar secara hybrid ini diikuti oleh Hakim Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur, perwakilan Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri Samarinda, unsur Kanwil Ditjen Imigrasi serta Ditjen Pemasyarakatan, para lurah di Kota Samarinda, akademisi, notaris, dan perwakilan masyarakat.
Dalam sesi pemaparan, Cahyani Suryandari, Staf Ahli Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, menjelaskan pentingnya penyesuaian hukum adat dan peraturan daerah dengan ketentuan KUHP baru.
Sementara itu, Ferry Gunawan C, Kepala Divisi Peraturan Perundang-undangan dan Pembinaan Hukum Kanwil Kemenkum Kaltim, memaparkan adanya sejumlah tindak pidana baru seperti kohabitasi, penyesatan terhadap proses peradilan, dan tindak pidana terhadap hewan.
Menutup kegiatan, Ikmal Idrus kembali menegaskan peran penting kolaborasi antarinstansi hukum di daerah untuk memastikan pemahaman dan penerapan KUHP baru berjalan efektif.
“Kita memiliki tanggung jawab moral dan institusional untuk memastikan masyarakat memahami hukum yang berlaku,” pungkasnya.

