Insitekaltim, Samarinda – Dalam rentang waktu kurang dari sebulan, Kota Tepian kembali diterjang dua kali banjir besar. Bencana yang melanda pada 12 dan 27 Mei 2025 tersebut menyebabkan genangan di 36 titik, memicu longsor, pohon tumbang, serta menelan korban jiwa. Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur tak tinggal diam menghadapi situasi ini.
Wakil Gubernur Kalimantan Timur, Seno Aji saat ditemui usai rapat paripurna di Gedung B DPRD Kaltim, Rabu, 28 Mei 2025, mengaitkan kejadian banjir yang berulang ini dengan kondisi Sungai Mahakam dan sejumlah danau di sekitarnya. Menurutnya, salah satu penyebab tingginya risiko banjir adalah pendangkalan sungai yang tidak ditangani selama bertahun-tahun.
“Memang ini ada bencana daerah yang cukup besar, mulai dari Samarinda sampai ke Mahakam Ulu,” katanya. Ia menyebut, diskusi telah dilakukan bersama Balai Wilayah Sungai (BWS) untuk melakukan pengecekan langsung terhadap Sungai Mahakam, Danau Semayang, dan kawasan perairan lainnya.
Seno menjelaskan, pengerukan terakhir di Sungai Mahakam terjadi lebih dari dua dekade lalu. Sejak saat itu, endapan lumpur dan sedimen terus bertambah, menyebabkan volume air yang dapat ditampung sungai menurun drastis.
“Sudah lama Sungai Mahakam tidak dikeruk, ini sudah puluhan tahun, 25 tahun tidak dikeruk dan terjadi pendangkalan,” ujarnya.
Menurutnya, kondisi tersebut berpotensi menghambat aliran air dari hulu ke hilir, memperparah banjir ketika hujan deras melanda. Oleh sebab itu, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur meminta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk menjadikan normalisasi Sungai Mahakam sebagai bagian dari program prioritas nasional.
“Kami meminta Kementerian PUPR untuk ada program pengerukan Sungai Mahakam. Ini akan jadi pengurangan beban yang besar dan air bisa cepat turun ke hilir,” ungkapnya.
Pendangkalan sungai disebut menjadi isu struktural yang tidak hanya berdampak pada Samarinda, tetapi juga wilayah lain seperti Kutai Kartanegara dan Mahakam Ulu. Aliran sungai yang tersendat menjadi penyebab air tertahan lebih lama, meningkatkan potensi banjir saat musim hujan tiba.
Sementara itu, dari catatan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Samarinda, banjir 27 Mei 2025 mencakup kawasan padat penduduk, merendam rumah, sekolah, hingga fasilitas umum. Beberapa warga terpaksa dievakuasi, dan pelayanan publik sempat terganggu.
Situasi tersebut memunculkan desakan agar pengerukan sungai tidak hanya bersifat insidental, melainkan menjadi bagian dari kebijakan jangka panjang. Masyarakat berharap penanganan banjir bukan lagi reaktif, melainkan berbasis pencegahan dan penguatan infrastruktur air.
Pemerintah Provinsi juga disebut akan mengkaji ulang sistem drainase di kota-kota besar, serta mengevaluasi tata ruang dan sistem pembangunan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Mahakam. Kolaborasi lintas sektor dengan kementerian, pemerintah kabupaten/kota, dan akademisi menjadi salah satu opsi untuk mengatasi persoalan ini secara menyeluruh.
Selain itu, masyarakat diminta untuk turut menjaga kebersihan lingkungan dan tidak membuang sampah ke sungai maupun drainase, karena penyumbatan saluran air turut memperparah genangan.
Banjir yang terjadi dua kali berturut-turut di Samarinda tahun ini dianggap sebagai pengingat keras bagi semua pihak untuk memperbaiki sistem pengelolaan air dan mitigasi bencana secara serius.
Seno berharap langkah pengerukan Sungai Mahakam dapat segera terealisasi, agar masyarakat bisa hidup lebih aman dan nyaman di tengah tantangan perubahan iklim yang kian nyata.
“Kalau hanya berharap hujan berhenti, itu tidak menyelesaikan masalah. Sungai Mahakam ini sudah mendesak untuk ditangani,” tuturnya. (ADV/Diskominfokaltim)
Editor: Sukri