Insitekaltim,Samarinda – Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim kembali memperoleh sorotan atas kebijakannya dalam bidang pendidikan.
Kali ini, keputusan yang jadi perbincangan adalah rencana untuk tidak mewajibkan ekskul Pramuka di sekolah.
Keputusan memunculkan kontroversi, dengan beragam tanggapan dari berbagai pihak. Salah satunya dari Ketua Komisi IV DPRD Kota Samarinda Sri Puji Astuti yang memberikan pandangan terhadap rencana tersebut.
Menurut Puji, keputusan Mendikbudristek tersebut memunculkan banyak pertanyaan, namun dia menilai bahwa pemerintah pasti memiliki alasan tersendiri. Ia menjelaskan bahwa konsep Kurikulum Merdeka memberikan kebebasan bagi sekolah untuk menentukan ekskul yang sesuai, bahkan tidak mewajibkan ekskul sama sekali.
“Karena, ini Kurikulum Merdeka, jadi semua bisa. Sebenarnya ekskul harusnya bukan diwajibkan, tapi sukarela. Tinggal sekarang penguatan kalau memang Pramuka tetap dimasukkan,” ungkap Puji, Rabu (3/4/2024).
Dia menegaskan bahwa Pramuka memiliki peran penting dalam membentuk karakter anak-anak, yang seharusnya lebih dari sekadar seragam dan kegiatan formal.
Puji menyoroti pentingnya nilai-nilai Pancasila dalam pendidikan, yang seharusnya tercermin dalam pembentukan karakter siswa.
Dalam konteks Kurikulum Merdeka, Puji menegaskan bahwa keputusan ada di tangan sekolah dan siswa untuk memilih ekskul yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi mereka.
“Pilihan ada pada sekolah dan siswa. Bagi yang ingin mengikuti Pramuka, fasilitas akan tetap ada. Namun bagi yang tidak, itu juga menjadi haknya,” tegas Puji.
Meski demikian, Puji menyadari bahwa rencana perubahan kebijakan ini tidak akan terjadi tanpa kontroversi dan penolakan dari sebagian pihak. Namun, dia yakin bahwa dengan waktu, perubahan ini akan diterima dan menjadi hal yang biasa.
Puji menekankan bahwa penghapusan kewajiban Pramuka di sekolah bukan berarti menghapus ekskul tersebut sama sekali, melainkan memberikan kebebasan kepada sekolah dan siswa untuk menentukan ekskul yang paling sesuai dengan kebutuhan mereka.
“Sebenarnya kan tidak wajib ya. Cuma kalau kata tidak wajib bagi orang Indonesia pasti beda pemahaman. Ini untuk berubah dari satu hal ini memang agak susah. Jadi, pasti ada penolakan dan itu biasa, nanti kan biasa lagi,” tandasnya.