Insitekaltim, Palembang – Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Timur, Sri Wahyuni, mendesak pemerintah pusat segera mengeluarkan kebijakan yang memberi ruang bagi daerah untuk menata tenaga non-ASN, khususnya guru dan tenaga kesehatan. Ia mengusulkan agar pengangkatan mereka bisa dilakukan melalui skema Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) Paruh Waktu, terutama bagi mereka yang masa kerjanya belum mencapai dua tahun.
Usulan tersebut disampaikan Sri Wahyuni yang juga menjabat sebagai Ketua Forum Sekretaris Daerah Seluruh Indonesia (Forsesdasi) saat menjadi narasumber pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) di Palembang, Sumatera Selatan, Sabtu, 4 Oktober 2025.
“Kita berharap ada kebijakan yang memberi ruang bagi daerah untuk mengangkat tenaga non-ASN, khususnya guru dan tenaga kesehatan dengan masa kerja kurang dari dua tahun. Pengangkatannya bisa melalui skema P3K Paruh Waktu, disesuaikan dengan kemampuan fiskal masing-masing daerah,” ujar Sri Wahyuni.
Menurutnya, langkah ini penting untuk menjaga keberlanjutan pelayanan publik di daerah pedalaman dan terpencil. Banyak tenaga non-ASN yang sudah berkontribusi besar, namun terancam kehilangan pekerjaan setelah penataan P3K nasional berakhir pada Oktober 2025.
“Yang menjadi persoalan adalah nasib tenaga-tenaga ini setelah penataan P3K rampung. Jika tidak ada skema lanjutan, maka mereka bisa saja dinonaktifkan. Kondisi ini tentu berisiko mengganggu layanan publik di daerah-daerah terpencil,” jelasnya di hadapan Ketua Umum Dewan Pengurus Korpri Nasional sekaligus Kepala BKN, Zudan Arif Fakhulloh.
Sebagai gambaran, di Kalimantan Timur saat ini terdapat sekitar 12 ribu tenaga P3K, dan sekitar 40 persen di antaranya sudah diangkat melalui tahap pertama dan kedua. Sementara sisanya, yang belum memenuhi masa kerja dua tahun, menjadi kelompok yang paling perlu diperjuangkan melalui skema P3K Paruh Waktu.
Sri Wahyuni juga memaparkan bahwa proporsi ASN di daerah kini mencapai 77 persen dari total nasional, dengan jumlah P3K yang terus meningkat hingga menyentuh 50 persen. Peningkatan ini tak lepas dari banyaknya PNS yang memasuki masa pensiun—rata-rata 300 orang per tahun di Kaltim.
“Dalam dua tahun saja, sekitar 600 posisi kosong perlu segera diisi. Karena itu, keberadaan tenaga P3K menjadi tumpuan penting untuk memastikan pelayanan publik tetap berjalan optimal,” tegasnya.