Insitekaltim, Jakarta — Kepala Putera Sampoerna Foundation (PSF), Elan Merdy, menegaskan pentingnya dukungan nyata terhadap kesejahteraan dan pengembangan profesi guru di Indonesia dan mengajak masyarakat melihat guru tidak hanya sebagai pendidik, tetapi juga sebagai individu yang memiliki mimpi, aspirasi, dan hak atas masa depan yang lebih sejahtera.

Elan menilai bahwa di balik peran besar guru sebagai arsitek masa depan bangsa, banyak dari mereka masih menghadapi kondisi kesejahteraan yang memprihatinkan. Berdasarkan Survei IDEAS (Institute for Demographic and Poverty Studies), 42,4% guru di Indonesia berpenghasilan di bawah Rp 2 juta per bulan, 74% guru honorer menerima gaji di bawah UMK, dan lebih dari 20% bahkan hanya memperoleh kurang dari Rp 500.000. Selain itu, lebih dari 60% guru belum pernah memperoleh pelatihan berkelanjutan untuk mengikuti perkembangan dunia pendidikan modern.
“Guru adalah arsitek semua profesi, tetapi realitas kesejahteraan dan akses pengembangan mereka masih jauh dari ideal. Melalui kampanye #StandWithTeachers, kami ingin mengajak masyarakat untuk tidak hanya berterima kasih, tetapi juga berdiri bersama guru, memberikan dukungan nyata agar mereka dapat tumbuh, berkarya, dan mengejar mimpi pribadinya di dalam maupun di luar kelas,” ujar Elan, Selasa, 9 Desember 2025.
Kampanye #StandWithTeachers hadir sebagai respons atas kesenjangan antara harapan masyarakat dan kenyataan yang dialami guru di lapangan. Banyak guru harus mengajar sambil mencari pekerjaan tambahan untuk bertahan hidup, membangun ruang belajar dengan biaya pribadi, dan berjuang mendapatkan akses pelatihan yang seringkali tidak pernah menjangkau daerah mereka. Melalui video kampanye berjudul “Letters They Never Hear”, PSF mengajak publik mengingat kembali bahwa banyak guru menjalankan tugas tanpa pernah mengetahui besar dampak yang mereka tinggalkan pada hidup murid-muridnya hingga bertahun-tahun kemudian.
Salah satu contoh nyata dampak program PSF terlihat pada perjalanan Risky Darma Ramadan, guru SDN 2 Koya Barat, Jayapura. Selama tiga tahun mengikuti pelatihan melalui program Guru Binar, Risky berupaya memperbaiki kesejahteraannya tanpa meninggalkan kelas. Pelatihan tentang pembelajaran aktif, media interaktif, dan literasi digital membuka ruang baru baginya untuk berkembang. Risky kemudian berhasil menyusun kelas pelatihan berbentuk webinar untuk guru-guru di seluruh Indonesia, hingga akhirnya dipercaya sebagai Guru Binar Ambassador dan narasumber nasional.
“Dulu saya pikir peran saya sebagai guru cuma di kelas. Tapi setelah ikut pelatihan PSF, saya sadar bahwa keterampilan mengajar bisa dikembangkan menjadi sesuatu yang lebih besar. Sekarang saya bisa tetap mengajar sambil membangun usaha yang membantu orang lain dan meningkatkan kualitas hidup keluarga,” ungkap Risky.
Kisah Risky menunjukkan bahwa ketika guru diberi akses, ruang, dan dukungan yang tepat, mereka tidak hanya mengajar, tetapi mampu menciptakan perubahan sosial dan membuka masa depan yang lebih luas bagi anak-anak bangsa.
Lebih lanjut Elan menjelaskan, bahwa kampanye ini bukan gerakan seremonial, melainkan komitmen jangka panjang untuk mengubah cara bangsa memperlakukan guru. Melalui rangkaian kegiatan publik dan kompetisi media sosial, masyarakat diajak berbagi kisah inspirasional tentang guru yang berpengaruh dalam hidup mereka. PSF juga mendorong kolaborasi publik figur untuk menggaungkan kampanye ini.
“Ketika guru didukung untuk berkembang, maka kualitas pendidikan dan masa depan generasi muda pun ikut menguat,” tutup Elan.
Ia juga percaya bahwa jika guru adalah arsitek semua profesi, maka kesejahteraan guru adalah fondasi masa depan Indonesia. Dan fondasi tersebut harus diperkuat bersama.

