
Insitekaltim, Samarinda – Penyertaan modal ratusan miliar dari pemerintah daerah ke sejumlah Perusahaan Daerah (Perusda) Kalimantan Timur kembali menuai sorotan. Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim Salehuddin menilai kinerja perusda tidak berbanding lurus dengan kontribusinya terhadap pendapatan asli daerah (PAD).
Masalahnya bukan terletak pada regulasi, melainkan pada lemahnya manajemen dan minimnya jiwa kewirausahaan dalam tubuh perusda. Menurutnya, banyak perusda tidak berkembang dan bahkan justru menjadi beban keuangan daerah.
“Dari sisi regulasi sudah lengkap. Perda penyertaan modal ada, analisis bisnis juga sudah dibuat. Tapi pada praktiknya, banyak yang tidak jalan. Cuma rutinitas, bukan usaha yang berkembang,” ujar Salehuddin usai menghadiri rapat paripurna pada Senin, 28 Juli 2025.
Ia menyebut, perusda seharusnya menjadi instrumen bisnis daerah yang mampu menangkap peluang di sektor-sektor strategis seperti pertambangan, energi baru terbarukan dan hilirisasi perkebunan. Namun yang terjadi, sebagian besar hanya mengelola modal secara pasif.
“Mereka cuma kelola uang pemerintah, tidak ada gebrakan. Tidak berani kembangkan usaha, tidak berinovasi, bahkan bergerak di sektor yang tidak strategis,” lanjut legislator asal Kutai Kartanegara ini.
Salehuddin juga menyoroti pengelolaan participating interest (PI) di sektor migas yang dijalankan perusda, yang seharusnya bisa menjadi sumber PAD besar. Namun hingga saat ini, PI dinilai tidak berkembang dan tidak diiringi usaha pendukung.
“Kalau hanya mengelola PI dan menunggu dividen tahunan, itu tidak cukup. Seharusnya dibangun anak usaha atau unit pendukung. Tapi nyatanya belum ada lompatan bisnis berarti,” katanya.
Ia menilai problem utama justru terletak pada kualitas sumber daya manusia di manajemen perusda. Banyak jajaran direksi dinilai tidak memiliki kemampuan mumpuni untuk mengelola risiko bisnis, menjalin kerja sama lintas sektor, dan membaca arah pasar.
“Kalau mental manajemennya masih mental birokrasi, bagaimana mau bersaing? Jiwa entrepreneurship belum tumbuh. Itu sebabnya dividen kecil, bahkan ada yang rugi,” ucapnya.
Salehuddin bahkan secara terbuka menyarankan agar dana penyertaan modal yang selama ini digelontorkan ke perusda, dialihkan saja ke lembaga yang jelas hasilnya seperti Bankaltimtara.
“Bankaltimtara setiap tahun kasih dividen besar. Kalau perusda begini terus, lebih baik alokasinya ke sektor produktif seperti perbankan atau investasi yang nyata hasilnya,” tukasnya.
Komisi I DPRD Kaltim mendorong pemprov melakukan evaluasi menyeluruh terhadap arah bisnis perusda. Evaluasi ini termasuk pemetaan ulang sektor strategis yang bisa dikerjasamakan dan penguatan tata kelola internal.
Menurutnya, hilirisasi sektor tambang dan perkebunan yang kini digalakkan pemerintah pusat sebenarnya bisa ditangkap perusda, asal dikelola secara profesional. Tapi untuk itu, pemerintah daerah juga harus berani mengambil keputusan tegas.
“Mulai 2026 harus ada langkah baru. Kalau memang direksi tidak perform, ya diganti. Jangan dibiarkan jalan di tempat dan tetap dibayar,” tegasnya.
Salehuddin menilai, transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci agar perusda bisa dipercaya sebagai mitra pembangunan daerah. Ia juga mendorong peran DPRD untuk terus mengawasi penggunaan modal daerah agar lebih tepat sasaran dan berdampak langsung pada kesejahteraan rakyat.
“Modal dari APBD itu uang rakyat. Kalau tidak memberi hasil, jangan dipertahankan. Harus dievaluasi dan dialihkan ke sektor yang jelas memberi manfaat,” pungkasnya.