Insitekaltim, Samarinda – Ramai kembali di beberapa sekolah keluhan orang tua terkait pungutan kelulusan bagi siswa-siswi di sekolah. Tak tanggung-tanggung, kabar yang beredar bahwa para wali murid diminta mengumpulkan Rp500 ribu untuk acara wisuda sekolah yang digadang-gadang akan dilakukan di hotel berbintang.
Bendahara Komite SMA Negeri 16 Samarinda Pron Susanto pernah menemui keluhan serupa terjadi di lingkungan sekolahnya. Ia menjelaskan sekolah tidak pernah memungut untuk keperluan sekolah. Sekolah hanya memberi fasilitas sesuai dengan keinginan siswa-siswi yang menginginkan perpisahan di hotel.
“Sekolah itu hanya memberikan fasilitas saja, anak-anak mau di hotel ya kita bantu fasilitaskan. Sekolah tidak pernah memaksa mereka (melaksanakan wisuda) di hotel,” katanya beberapa waktu lalu.
Kesepakatan iuran ratusan ribu yang terjadi di beberapa sekolah tersebut merupakan kesepakatan para siswa. Tanpa mengecualikan anak-anak lain yang kurang mampu, sekolah memberi informasi untuk membantu teman mereka supaya sama-sama menyokong iuran bagi temannya itu.
“Kalau ada anak yang kurang mampu, itu kita sampaikan lagi ke mereka. Mereka setuju untuk patungan, kami bantu informasikan,” jelas Susanto.
Menanggapi hal ini, Ketua Komisi IV DPRD Samarinda Mohammad Novan Syahronny Pasie menyampaikan diperlukan adanya edukasi, baik bagi sekolah, tenaga pendidik, orang tua dan siswa.
Edukasi ini haruslah lengkap menyeluruh kepada semua pihak dan dipertemukan dalam satu waktu yang sama agar tidak ada ketimpangan informasi. Tak menyalahkan sekolah karena siswa-siswi lah yang menginginkan wisuda bergengsi itu terjadi. Tetapi Novan lebih menekankan agar semua pihak saling terbuka akan informasi tersebut.
“Ini perlu namanya edukasi baik dari pihak guru maupun dari pihak pendidikan ya. Bahkan kita semua, bukan berkaca dari kesepakatan saja, harus jelas,” katanya pada Senin, 3 Februari 2025.
Menurut politikus Partai Golkar itu, komite sekolah juga perlu pertimbangan matang sebelum langsung setuju untuk memfasilitasi permintaan anak didik. Walau 70 persen suara mengatakan keinginan wisuda di hotel, perlu pertimbangan mengingat masukan orang tua dan wali murid.
Secara psikologis, anak-anak dari keluarga kurang mampu akan merasa tertekan ataupun sedih. Mengingat tak semua anak beruntung dalam hal ekonomi, maka perlu koordinasi.
“Bagaimana psikologi anak-anak yang orang tuanya tidak mampu, tidak bisa memberikan kontribusi. Akhirnya tidak bisa ikut di situ bagaimana perasaan anaknya dipikirkan,” sebutnya.
Untuk itu, ke depan Novan berharap komunikasi dan edukasi harus diutamakan. Harapannya, dari sisi wisuda hotel tidak ada muncul kasus bully akibat si mampu dan tidak mampu berbeda pendapat.
“Jangan sampai nanti muncul bullying, perlu diingat itu,” tegasnya menutup komentarnya.