Insitekaltim, Jakarta — Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) memfasilitasi pertemuan antara Pemerintah Kota Bontang dan Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Kutim) dalam rangka menindaklanjuti Putusan Sela Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai sengketa batas wilayah administratif, khususnya di wilayah Dusun Sidrap yang memiliki luas 164 hektare.
Pertemuan berlangsung di Ruang Jempang, Kantor Badan Penghubung Provinsi Kaltim di Jakarta, Kamis, 31 Juli 2025. Hadir dalam pertemuan ini Gubernur Kaltim H Rudy Mas’ud, Ketua DPRD Kaltim H Hasanuddin Mas’ud, Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan (BAK) Kemendagri Dr Safrizal, Sekretaris Daerah Provinsi Kaltim Sri Wahyuni, Bupati Kutim Ardiansyah Sulaiman, Wali Kota Bontang Neni Moerniaeni, Wakil Wali Kota Bontang Agus Haris, Ketua DPRD Kutim Jimmi, Ketua DPRD Bontang Andi Faisyal Sofyan Hasdam, serta Bupati Kutai Kartanegara Aulia Rahman Basri.
Mediasi yang dipimpin langsung Gubernur Rudy Mas’ud ini menghasilkan empat poin penting yang dituangkan dalam berita acara dan ditandatangani seluruh pihak yang hadir.
Pertama, Pemerintah Kota Bontang secara resmi mengusulkan agar Dusun Sidrap masuk dalam wilayah administrasi Kota Bontang. Kedua, usulan tersebut ditolak oleh Pemerintah Kabupaten Kutai Timur dan DPRD Kutim.
Ketiga, disepakati bahwa Gubernur Kaltim bersama perwakilan kedua daerah akan melakukan survei lapangan untuk meninjau langsung kondisi di wilayah yang disengketakan. Keempat, hasil survei tersebut nantinya akan dilaporkan oleh Gubernur kepada Mahkamah Konstitusi sebagai bahan pertimbangan lanjutan.
Gubernur Rudy Mas’ud menyampaikan bahwa fasilitasi ini merupakan langkah nyata dalam menjalankan amanat MK guna menyelesaikan perselisihan batas wilayah dengan cara damai dan melalui mekanisme yang sesuai hukum.
“Kita menjalankan aturan, tidak melanggar aturan. Namun penyelesaian batas wilayah ini juga harus mempertimbangkan aspek lain, seperti sejarah, ekonomi, sosial, budaya, serta pelayanan publik. Termasuk aspirasi dari masyarakat di wilayah tersebut,” ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa peta bukanlah alat pemisah, melainkan alat untuk memperjelas tanggung jawab antarwilayah.
“Peta bukan untuk memisahkan kita, tapi memperjelas tanggung jawab kita semua. Kita ini satu kesatuan dalam Provinsi Kalimantan Timur. Jangan sampai persoalan batas mengaburkan semangat kebersamaan,” ujarnya.
Gubernur juga meminta agar proses penyelesaian batas wilayah tidak mengesampingkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) kepada masyarakat. SPM mencakup enam sektor penting: pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum, perumahan rakyat, ketertiban umum dan perlindungan masyarakat, serta sosial.
“Pelayanan kepada masyarakat adalah yang utama. Semua kebijakan harus berorientasi pada peningkatan kesejahteraan rakyat,” tambahnya.
Dirjen BAK Kemendagri Dr Safrizal menyatakan bahwa Kemendagri akan terus mengawasi jalannya proses ini dan menyampaikan hasilnya ke MK.
“Kami akan laporkan hasil pertemuan ini. Prinsipnya, semua proses harus tetap mengutamakan kepentingan masyarakat,” ujarnya.
Turut hadir dalam pertemuan ini Asisten Pemerintahan dan Kesra Setda Provinsi Kaltim M Syirajudin, Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Siti Sugiyanti, Kepala Biro Hukum Suparmi, serta jajaran dari Pemkot Bontang dan Pemkab Kutim. Mediasi ini diharapkan menjadi titik awal penyelesaian konflik batas wilayah secara damai dan konstruktif. (Adv/Diskominfokaltim)
Editor: Sukri