
Insitekaltim, Samarinda – Insiden tragis bunuh diri seorang pasien lanjut usia di ruang perawatan RSUD Abdul Wahab Sjahranie (AWS), Samarinda, pada Minggu, 6 Juli 2025, menuai sorotan tajam dari DPRD Kalimantan Timur. Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim, Darlis Pattalongi, menegaskan pentingnya pengawasan ketat terhadap pasien, terutama mereka yang memiliki kondisi psikologis rentan.
Darlis menyayangkan kelengahan pihak rumah sakit dalam mencegah peristiwa tersebut. Ia menilai kontrol tenaga medis terhadap pasien masih kurang, padahal pengawasan dapat dilakukan secara langsung maupun melalui kamera CCTV yang terpasang di ruang rawat inap.
“Ini juga salah satu bentuk kelengahan tenaga medis. Kontrolnya kurang. Padahal kalau diawasi secara manual atau melalui CCTV, mestinya bisa dicegah,” ujar Darlis saat ditemui di Gedung DPRD Kaltim pada Rabu, 9 Juli 2025.
Komisi IV DPRD Kaltim, lanjutnya, akan segera menjadwalkan pertemuan dengan manajemen RSUD AWS guna meminta penjelasan resmi. Evaluasi menyeluruh terhadap protokol pengawasan pasien akan menjadi fokus utama dalam agenda tersebut.
Darlis juga menyoroti aspek teknis dari insiden bunuh diri tersebut. Menurutnya, tindakan seperti menggantung diri bukanlah hal yang terjadi dalam sekejap. Seharusnya, ada waktu yang cukup bagi petugas untuk mendeteksi perilaku mencurigakan dan melakukan intervensi.
“Bukan terjadi dalam hitungan detik. Ada jeda waktu. Kalau sistemnya berjalan baik, seharusnya ada pencegahan,” tegasnya.
Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini mendorong peningkatan sistem pendampingan terhadap pasien dengan penyakit berat atau gangguan kejiwaan. Ia mengingatkan bahwa rumah sakit bukan hanya tempat perawatan fisik, tetapi juga harus mampu memberikan perhatian terhadap aspek mental pasien, khususnya mereka yang sedang mengalami tekanan berat.
Sebagaimana diketahui, pasien berinisial US (68), yang tengah menjalani perawatan akibat gagal ginjal kronis, ditemukan meninggal dunia dalam posisi tergantung di ruang rawat inap RSUD AWS. Insiden itu pertama kali diketahui oleh perawat yang melakukan kontrol rutin sekitar pukul 17.46 Wita. Korban ditemukan menggunakan kain sarung yang diikatkan ke ventilasi jendela kamar.
Kanit Reskrim Polsek Samarinda Ulu, Ipda Eko Harianto, membenarkan kejadian tersebut. Berdasarkan hasil pemeriksaan awal oleh Tim Inafis Polresta Samarinda, tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan di tubuh korban. Polisi menduga kuat bahwa korban mengakhiri hidupnya karena depresi berat akibat komplikasi penyakit yang telah lama dideritanya.
“Dari keterangan anak korban, almarhum memang sering mengungkapkan keinginan untuk mengakhiri hidup karena merasa membebani keluarga,” jelas Eko.
Meski pihak RSUD AWS menyatakan bahwa seluruh ruang rawat inap telah dilengkapi dengan kamera pengawas, peristiwa ini memunculkan pertanyaan besar mengenai efektivitas pengawasan yang diterapkan. Dugaan adanya celah dalam sistem pengamanan dan pemantauan pasien kini menjadi perhatian publik dan legislatif.
Darlis menilai peristiwa ini harus menjadi momentum penting bagi perbaikan menyeluruh di sektor layanan kesehatan, khususnya dalam tata kelola rumah sakit daerah. Ia menekankan, kejadian ini tidak boleh dianggap sepele dan harus ditindaklanjuti dengan pembenahan konkret.
“Sistem rumah sakit harus dievaluasi secara menyeluruh. Jangan sampai nyawa manusia hilang karena kelalaian. Ini tanggung jawab kita semua,” pungkasnya.