Insitekaltim,Sangatta – Tempat penampungan dan pengolahan sampah dibutuhkan area buffer zone atau zona penyangga. Buffer zone itu sebagai bagian untuk menjaga keseimbangan lingkungan tapi hal ini belum berlaku untuk Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Prima Sangatta Eco Waste di Kutai Timur (Kutim).
Akibatnya, masyarakat sekitar terganggu dengan aroma bau busuk, lalat, serta asap dari TPST yang berlokasi di Desa Teluk Lingga Sangatta Utara.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kutim Armin Nazar mengatakan bau busuk tersebut menyebar ke pemukiman masyarakat terjadi akibat TPST tersebut tidak memiliki area buffer zone.
“Harusnya ada area buffer zone, tapi karena lahan itu memang hanya pas untuk pembangunan gedung makanya tidak ada area penangkal bau keluar,” ujarnya kepada Insitekaltim di Ruang Kerjanya, Senin (14/8/2023).
Menurutnya, sebagai tempat pengelolaan sampah seharusnya memiliki wilayah zona penyangga yang ditanami pohon-pohon guna menekan aroma busuk keluar area.
Hal ini pun diterapkan di seluruh tempat pengolahan sampah besar termasuk tempat pembuangan akhir yang jauh dari pemukiman penduduk karena adanya wilayah buffer zone.
Namun rupanya hal ini berbalik dengan TPST Prima Sangatta Eco Waste karena lahan yang disiapkan awal hanya cukup untuk pembangunan gedung.
“Kalau TPST kita itu memang lahan pemerintah, tapi luasnya pas untuk gedung sementara di sisi lain sudah milik warga. Makanya kita tidak bisa melarang mereka untuk membangun rumah di sekitarnya,” kata Armin.
Namun ia mengaku pada awal pembangunan TPST, pemukiman sekitarnya masih jarang sehingga dianggap bisa dilanjutkan prosesnya. Namun kini keberadaan pengolahan sampah di tolak masyarakat sekitar yang mulai terganggu.
“Saat awal bangun oleh PT Kaltim Prima Coal (KPC) masih jarang penduduknya, sekarang sudah padat penduduk,” pungkasnya.