
Insitekaltim, Kukar – Masyarakat Kuala Samboja bersatu dalam Pesta Laut Pesisir Nusantara 2025, sebuah perayaan budaya yang menjadi napas syukur, solidaritas, dan pelestarian warisan leluhur.
Tak sekadar pesta, ritual tahunan ini yang berlangsung tiga hari dari 3–6 April 2025 menjadi ruang spiritual sekaligus sosial. Warga pesisir, dari nelayan, pelajar SD hingga SMA, seniman, hingga pedagang kaki lima, turun ke jalan dan pantai, menjadikan perayaan ini milik bersama.
Di balik gegap gempita hiburan dan keramaian bazar, Pesta Laut Pesisir Nusantara menyimpan makna dalam. Salah satu prosesi utama adalah malarung, yaitu pelarungan sesajen ke tengah laut.
Ratusan perahu nelayan melaut dalam formasi, mengantar sesaji berisi hasil bumi dan laut sebagai ungkapan terima kasih atas berkah yang diberikan alam.
“Ini adalah wujud syukur kami kepada Tuhan atas berkah laut yang melimpah. Sekaligus bentuk penghormatan terhadap budaya dan tradisi masyarakat pesisir yang diwariskan secara turun-temurun,” kata Lurah Kuala Samboja, Usman, Minggu, 5 April 2025.
Usman menegaskan bahwa laut bagi masyarakatnya bukan sekadar ruang ekonomi, melainkan juga cermin jati diri.
“Laut adalah bagian dari identitas kami sebagai bangsa maritim,” ujarnya.
Ritual malarung didahului dengan injak bara api, sebuah prosesi sakral yang melambangkan penyucian diri dan pembaharuan niat. Para tokoh adat dan masyarakat terpilih berjalan di atas bara api dengan langkah penuh keyakinan.
Tradisi berlanjut ke berlimbur, yaitu saling menyiram air sebagai simbol penyucian jiwa dan penguatan solidaritas sosial. Dalam suasana penuh tawa dan guyuran air, batas usia dan status sosial seolah lenyap. Tak ada pejabat atau nelayan. Semua menjadi sama di hadapan laut
Meski tanpa tema khusus, Pesta Laut Pesisir Nusantara justru menjadi ruang inklusif yang merangkul semua kalangan. Dalam balutan kesederhanaan, semangat kolektif warga terasa kental.
Lebih dari 17 kelompok seni, 13 band lokal, dan 120 UMKM terlibat. Anak-anak sekolah menampilkan tarian tradisional, para pemuda menjaga kelancaran acara, dan ibu-ibu berdagang kuliner khas pesisir. Ruang seni, ruang usaha, dan ruang sosial berpadu harmonis.
Komunitas-komunitas seperti Kekraf Kukar, PMI, Pramuka, KNPI, hingga FKP bahu membahu menyukseskan acara. Dinas Pariwisata Kukar menjadi tulang punggung logistik dan produksi kegiatan.
Nama “Pesisir Nusantara” bukan pilihan tanpa makna. Kuala Samboja kini berada di zona penyangga Ibu Kota Nusantara (IKN). Dalam konteks ini, Usman menegaskan bahwa budaya pesisir memiliki posisi strategis dalam membentuk identitas Indonesia ke depan.
“Kami ingin menegaskan bahwa budaya pesisir tetap punya tempat penting dan kontribusi besar dalam membentuk wajah Nusantara,” ucapnya.
Ia juga menyampaikan terima kasih kepada Pemkab Kukar yang telah mengintegrasikan perayaan ini ke dalam kalender budaya resmi. Hal ini membuat warga semakin yakin bahwa tradisi mereka akan terus hidup dan dikenali generasi mendatang.
Usman berharap, ke depan Pesta Laut Pesisir Nusantara tak hanya menjadi agenda seremonial, tetapi juga menjadi ruang edukasi budaya maritim bagi generasi muda.
Ia ingin perayaan ini menjadi titik tolak promosi kearifan lokal yang mampu menarik wisatawan domestik maupun internasional.
“Ini bukan sekadar acara tahunan. Ini adalah identitas dan harapan yang harus terus kita jaga,” pungkasnya. (Adv)