INSITEKALTIM SAMARINDA-Kuasa Hukum Pemilik lahan proyek pembangunan jalan tol Balikpapan-Samarinda yang berlokasi di Simpang Paser Palaran Roy Hendrayanto mempertanyakan sikap Gubernur Kaltim Awang Faruk Ishak
Menurut Roy Hendrayanto kepada insitekaltim,Senin(27/8/2019),bahwa sikap Awang Faroek Ishak dinilainya tidak mencerminkan sebagai kepala daerah yang mengayomi warganya
“Karena sampai saat ini masalah lahan warga yang kena proyek pembangunan jalan tol Balikpapan Samarinda sepanjang 99,02 Km belum diselesaikan dengan warga yang saat ini menunggu etikat baik pemerintah,”ungkapnya
Dimana ada dua lahan warga yang berbeda tidak ada pemyelesaian untuk pembayaran ganti rugi, dan saat ini dirinya sudah melaporkan kepengadilan negeri Samarinda dalam kasus perdata
Untuk sidang yang kedua di agendakan pada 30 Agustus 2018.Jadi kami merasa heran apa yang disampaikan Gubernur Kaltim pada saat meninjau progres pekerjaan pembangunan jalan tol pada hari senin tadi
Dia menyebutkan yang dilansir oleh insitekaltim “Gubernur Awang Faroek Ishak yakin beberapa segmen bisa dioperasionalkan untuk dilewati masyarakat. Hal itu ujarnya, seiring dengan tuntasnya pembebasan lahan yang selama ini penghambat pembangunan jalan tol.
“Kalau melihat bahasa Awang”dengan tuntasnya pembebasan lahan yang selama ini penghambat pembangunan jalan tol dianggap sudah selesai,”selesai dari mana ” sedangkan klain kami 2 orang belum selesai dan berbuntut ke pengadilan,”kata Roy
Kan aneh kalau Awang bilang sudah tidak ada masalah. Bukan kami tidak mau mendukung proyek jalan tol akan tetapi masalahnya pembayaran ganti rugi yang ditawarkan tidak sama dengan yang lainnya yang lokasinya berdekatan
Dan anehnya lagi antara pembayaran tahap pertama untuk ganti rugi sangat tinggi sedangkan pembebasan lahan yang saat ini tidak sebanding dengan pembayaran yang pertama dan ini ada apa ,”cetus Roy
Jadi masalahnya disini tidak adanya keberpihakan kepada masyarakat yang lahannya kena pembangunan proyek jalan tol yang menghubungkan Samarinda-Balikpapan
Justru menjadi pertanyaan kami kenapa nominal harga penggantian pembebasan lahan tersebut jauh berbeda sehingga masalah ini kami bawah kerana hukum biar semua orang tau dan terbuka lebar-lebar di pemgadilan,”beber Roy Hendrayanto
“Diakui Awang, masalah paling krusial adalah masalah lahan. Namun dia optimis target akhir 2018 sudah tuntas. Misalnya, masyarakat menuntut ganti rugi tanam tumbuh di kawasan Tahura Bukit Soeharto maupun warga yang bertahan pada harga mereka padahal tidak sesuai NJOP.
Belum lagi lanjutnya, kondisi alam yang sangat mempengaruhi pelaksanaan proyek pembangunan di lapangan seperti tingginya curah hujan, kawasan rawa dan perbukitan
“Kondisi itu semua kan pasti berimbas pelaksanaan pembangunan di lapangan. Khusus pembebasan lahan kami tetap berpatokan pada aturan,” jelasnya.
Diantaranya, tanam tumbuh dan ganti rugi lahan tidak akan dilakukan bagi warga yang berada di kawasan hutan lindung atau kawasan konservasi seperti Tahura Bukit Soeharto karena hal itu melanggar aturan.Pemerintah juga tidak akan membayar lahan yang tidak berdasar NJOP atau nilai harga yang ditetapkan tim apresial.
“Bagi yang belum bersepakat, kami telah menitipkan uang (konsinyasi) di Pengadilan. Negara kita negara hukum, mari ikuti aturan hukum. Dan perlu diketahui, untuk kepentingan umum, Undang-Undang telah mengatur masyarakat tidak boleh menghalangi,” tegasnya.
Awang meminta instansi terkait bersama kontraktor pelaksana untuk mempersiapkan KM.13 sampai KM.38 di Seksi 1 sudah bisa dioperasionalkan pada akhir 2018.
Wartawan sukri
Kuasa Hukum Pemilik Lahan Jalan Tol Mempertanyakan Sikap Gubernur, 2 Warga Belum terbayar
By Martinus