Insitekaltim, Samarinda-Ketua Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Kalimantan Timur (Kaltim) Mohammad Sukri mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan oleh oknum di Pengadilan Negeri Balikpapan dalam upaya menghalangi kerja jurnalis.
Ia menegaskan, kebebasan pers telah dijamin dalam Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Pers, yang berbunyi bahwa untuk menjamin kemerdekaan pers, wartawan memiliki hak untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan serta informasi.
“Seorang jurnalis di Balikpapan mengalami tindak kekerasan saat meliput sidang pengadilan terkait kasus asusila dan pelecehan seksual. Tindakan ini jelas tidak dapat dibenarkan dan harus diproses secara hukum,” kata Sukri di Sekretariat Forum Keluarga Madura Kaltim, Jumat, 21 Maret 2025.
Lebih lanjut, Sukri berharap Polresta Balikpapan segera mengusut oknum yang bertanggung jawab atas tindak kekerasan terhadap jurnalis Moeso Novianto, yang menjadi korban penganiayaan.
“Kami mendesak agar kasus penganiayaan terhadap jurnalis Balikpapan Post segera ditindaklanjuti sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku agar tidak berlarut-larut,” tambahnya.
Ia juga menegaskan bahwa menghalangi wartawan saat menjalankan tugas jurnalistik bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pasal 18 ayat (1) UU Pers. Siapa pun yang menghalangi jurnalis dalam menjalankan tugas jurnalistik dapat dikenai sanksi pidana berupa hukuman penjara hingga dua tahun atau denda maksimal Rp500 juta.
“Tindakan kekerasan terhadap jurnalis bukan sekadar serangan terhadap individu, tetapi juga ancaman terhadap kebebasan pers serta hak masyarakat dalam memperoleh informasi yang faktual,” tegasnya.
Sukri juga mengajak para jurnalis di Kaltim untuk terus mengawal dan menyuarakan kasus ini agar tidak dibiarkan begitu saja.
“Jika memang terdapat pelanggaran kode etik jurnalistik pada siapa pun itu, maka ada mekanisme sanksi yang telah diatur untuk menanganinya, bukan main hakim sendiri,” pungkasnya.