Reporter: Mohammad-Editor: Redaksi
Insitekaltim, Bontang – Novita Susyati dipercaya Disdikbud Kota Bontang dalam menyusun LKS Bahasa Inggris untuk SD. Dalam menyusun LKS tersebut, Novita banyak mengalami tantangan.
“Tantangan terbesar adalah berusaha menyelesaikan tugas dalam waktu yang singkat di tengah kepadatan kegiatan guru semasa pandemi, sekaligus menyelesaikan berbagai tugas tambahan di sekolah,” kata Novita kepada insitekaltim.com Jumat (9/10/2020).
Kendala lain yakni koordinasi dengan tim penyusun harus dilakukan secara daring sehingga beberapa kali harus diedit ulang karena adanya komunikasi yang tidak diterima secara utuh.
Novita mengatakan guru harus segera beradaptasi dengan berbagai sistem manajemen pembelajaran daring. Pelatihan yang harus segera diikuti guna membekali guru agar siap menyediakan pembelajaran daring yang berkualitas serta dapat mencapai tujuan pembelajaran untuk semua siswa.
“Karena setiap siswa punya hak untuk mendapatkan pembelajaran bagaimanapun situasi dan kondisinya. Guru dituntut fleksibel dalam menyajikan pembelajaran baik untuk memenuhi kebutuhan belajar daring maupun luring” ungkap Novita.
Selain menyusun LKS, Novita bercerita tantangan dan kendala yang dia hadapi saat pandemi Covid-19. Menurutnya, kendala yang paling terasa adalah mengajak ortu sebagai mitra pembelajaran.
Para orang tua ini sangat heterogen secara ekonomi dan sosial, tidak semua orang tua siap beradaptasi menjadi mitra guru dalam membantu proses pembelajaran di rumah.
Hal ini sangat dipahami karena tidak semua orang memiliki kapasitas menyampaikan materi dan membantu anak-anaknya memahami materi dan menjelaskan tugas saat anak menemui kesulitan.
“Kendala lain adalah kurangnya pemahaman ortu dalam menggunakan aplikasi atau gadget,” ungkap Novita.
Sehingga guru harus berkali-kali dan secara terus menerus memandu ortu menggunakan aplikasi seperti cara mengirimkan tugas lewat google classroom, mendownload materi atau megupload tugas termasuk kegiatan merekam tugas dan mengedit video agar kapasitasnya tidak terlalu besar saat diupload.
Kendala lain adalah kondisi orang tua yang sambil bekerja sehingga terkadang pengawasan pada proses belajar anak kurang maksimal. HP yang dibawa ortu ke tempat kerja, terpaksa siswa belajar saat sore atau malam hari.
“Saat ortunya sudah kembali dari tempat kerja, siswa bisa mengerjakan tugas karena HP dibawa orang tua. Guru harus bisa memberikan banyak toleransi dan fleksibel pada keadaan siswa,” papar Novita.
Kelas tatap muka dengan zoom atau google meet jarang bisa dilakukan karena hanya sebagian yang bisa memiliki akses online pada waktu yang ditentukan (jam sekolah) dan kondisi orang tua yang tidak sepenuhnya bisa mengoperasikan aplikasi zoom atau google meet.
“Untuk kendala pulsa data saat ini sudah mendapat beberapa bantuan baik dari Pemkot Bontang atau Kemendikbud, tetapi ke depan masih perlu terus diupayakan agar proses PJJ ini bisa berjalan lancar,” tuturnya.
Ada beberapa hal yang masih menjadi kekurangan, dimana guru tidak bisa banyak menekankan nilai-nilai kerja sama, empati, saling berbagi, menghargai hasil dan pendapat orang lain.
“Proses PJJ belum bisa memberikan ruang gerak motorik pada pembelajaran yang memiliki arti (meaningful learning). Tidak bisa dipungkiri selama PJJ pembelajaran masih di ranah kognitif, menyampaikan materi, memberi tugas dan anak-anak berfokus hanya pada penyelesaian tugas sekolah,” ungkap Novita.