
Insitekaltim, Samarinda- Hingga awal Juli 2025, kasus dugaan tambang ilegal di kawasan Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Universitas Mulawarman (Unmul) belum menetapkan satu pun tersangka. Padahal, sebelumnya aparat penegak hukum berjanji akan mengumumkan perkembangan signifikan dalam dua minggu setelah Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dikirim ke Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur.
Menanggapi mandeknya progres kasus ini, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur (Kaltim) mengagendakan rapat gabungan lintas komisi yang akan digelar pada Selasa, 10 Juli 2025 pukul 14.00 Wita.
“Waktu yang dijanjikan sudah lewat, hampir satu bulan. Seharusnya sudah ada progres. Kita tunggu pemaparan mereka tanggal 10 nanti,” ujar Anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Sarkowi V. Zahry, usai Rapat Paripurna ke-21 DPRD Kaltim, Selasa, 1 Juli 2025.
Sarkowi menjelaskan, rapat gabungan ini sempat tertunda akibat padatnya agenda DPRD, termasuk rangkaian hearing dan aksi terkait program GratisPol. Namun, pihaknya menilai kasus tambang ilegal di KHDTK Unmul mendesak untuk segera ditindaklanjuti karena menyangkut kerusakan lingkungan, penegakan hukum, dan tata kelola sumber daya alam.
“Tindak lanjut KHDTK Unmul ini sebenarnya bukan tidak ada, hanya memang belum bisa dijadwalkan karena agenda DPRD sangat padat. Karena ini lintas komisi, jadi harus dijadwalkan lewat keputusan paripurna,” jelas Sarkowi.
Rapat gabungan ini akan melibatkan Komisi I (hukum dan pemerintahan), Komisi III (pertambangan dan energi), serta Komisi IV (lingkungan hidup dan kehutanan). Menurut Sarkowi, sinergi antar-komisi penting untuk memastikan penanganan kasus tidak setengah-setengah.
“Komisi I fokus pada aspek hukumnya, Komisi III pada pertambangan, dan Komisi IV pada lingkungan. Ini penting agar penanganannya komprehensif,” kata legislator Golkar itu.
DPRD Kaltim akan mengundang Polda Kaltim, Gakkum Kementerian LHK, Universitas Mulawarman, serta perwakilan dari Dinas ESDM dan Dinas Lingkungan Hidup Kaltim. Seluruh pihak diminta memaparkan perkembangan penanganan kasus serta status penyidikan.
Kasus dugaan tambang ilegal ini pertama kali mencuat pada 7 April 2025, kemudian ditindaklanjuti dengan surat perintah penyelidikan dan dikeluarkannya laporan polisi resmi pada 19 Mei 2025. Sehari setelah itu, SPDP dikirim ke Kejati Kaltim.
Sejauh ini, penyidik telah memeriksa 12 saksi dan 4 ahli, termasuk ahli kehutanan, ahli hukum pidana, serta perwakilan Kementerian ESDM. Namun, belum ada kepastian terkait siapa yang akan dimintai pertanggungjawaban hukum.
“Kami ingin mendengar langsung, sejauh mana progresnya. Jangan sampai publik terus bertanya-tanya tanpa kejelasan,” ucap Sarkowi.
Menurutnya, keterbukaan informasi sangat penting agar masyarakat tidak terjebak asumsi liar. DPRD Kaltim berkomitmen untuk mengawal penanganan kasus ini hingga tuntas dan memastikan tidak ada celah untuk praktik-praktik ilegal di kawasan hutan yang seharusnya menjadi pusat riset dan pendidikan.
“Kita akan fokus pada substansi. Kalau memang ada pihak yang harus bertanggung jawab, segera tetapkan. Kalau tidak, harus dijelaskan kenapa,” tegasnya.