
Insitekaltim, Bontang – Kasus stunting di Kelurahan Bontang Lestari mencatat angka tertinggi di Kota Bontang mencapai 35 persen, di atas rata-rata wilayah lainnya. Salah satu faktor utama yang diduga memicu tingginya angka stunting ini adalah banyaknya pernikahan dini di wilayah tersebut.
Pernikahan di usia muda, yang kerap kali berakhir dengan perceraian, diduga berdampak langsung pada kesehatan dan pertumbuhan anak-anak mereka.
Anggota Komisi A DPRD Kota Bontang Muhammad Yusuf menyampaikan bahwa permasalahan stunting ini tidak bisa ditangani oleh satu pihak saja. Untuk menekan angka stunting di Bontang, perlu adanya keterlibatan seluruh elemen, mulai dari pemerintah, tokoh agama, hingga masyarakat.
“Seluruh pihak harus terlibat dalam hal ini. Pemerintah dan tokoh agama juga harus ada di situ. Tidak bisa diselesaikan oleh satu pihak saja; semua harus berbaur,” ujar Yusuf, Senin (28/10/2024).
Yusuf menjelaskan bahwa praktik pernikahan di bawah umur masih sering terjadi di Bontang Lestari, meskipun sudah ada aturan yang melarang pernikahan di bawah usia 17 tahun. Beberapa keluarga bahkan tetap memberikan izin kepada anak-anak mereka untuk menikah di usia muda melalui pengecualian tertentu atau dengan menikah siri lebih dulu.
“Aturannya jelas, sekarang tidak boleh menikah di bawah 17 tahun. Tapi kalau misalnya kelurahan memberi izin, ada pengecualian untuk menikah siri dulu. Nanti, kalau sudah di atas 17 tahun, baru ikut nikah massal,” ungkap Yusuf.
Pernikahan di usia muda ini, lanjut Yusuf sering kali menimbulkan berbagai permasalahan, termasuk kondisi ekonomi yang belum stabil, sehingga anak-anak dari pasangan muda ini sering menjadi korban. Keadaan inilah yang turut berkontribusi terhadap tingginya angka stunting di wilayah Bontang Lestari.
“Nikah dini di usia 12 tahun, misalnya, dengan kondisi ekonomi yang belum siap, imbasnya pasti ke anak. Kasihan si bayi, dia tidak bersalah,” tambahnya.
Yusuf mendorong tokoh agama di Bontang untuk ikut ambil bagian dalam mengedukasi masyarakat tentang bahaya pernikahan dini. Ia menyampaikan bahwa tokoh agama dapat memberikan pemahaman yang lebih dalam kepada masyarakat mengenai dampak buruk pernikahan dini, baik dari sisi agama maupun kesehatan.
“Kalau terkait dengan menikah muda, peran ustaz sangat penting untuk menjelaskan dampak negatifnya. Kita juga tidak bisa melarang, tapi kita bisa memberi pemahaman,” kata Yusuf.
Dengan adanya kolaborasi antara pemerintah, tokoh agama, dan masyarakat, Yusuf berharap tercipta lingkungan yang lebih mendukung kesehatan anak-anak dan menurunkan angka stunting di Bontang Lestari. Pemahaman masyarakat mengenai dampak pernikahan dini dapat menjadi langkah awal dalam mengatasi stunting yang masih menjadi tantangan besar di daerah tersebut.