
Insitekaltim,Samarinda – Kebakaran yang akhir-akhir ini terjadi di Kota Samarinda, Kalimantan Timur, telah menimbulkan keprihatinan yang mendalam di kalangan masyarakat Kota Tepian.
Salah satu kebakaran disebabkan oleh penyebab yang cukup mengkhawatirkan, yaitu Bahan Bakar Minyak (BBM) eceran, baik dalam bentuk botol maupun mesin pom mini BBM. Tragisnya, kejadian ini bahkan menyebabkan korban jiwa.

Hal tersebut disampaikan Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda Fuad Fakhruddin kepada awak media pada Senin (6/5/2024).
Ia mencatat bahwa serangkaian kebakaran yang terjadi telah menjadi perhatian serius bagi Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda untuk segera mengambil langkah-langkah preventif.
Sejalan dengan upaya tersebut, Wali Kota Samarinda Andi Harun telah mengeluarkan Surat Keterangan (SK) bernomor 500.2.1/184/HK-KS/IV/2024 yang secara tegas melarang penjualan bahan bakar minyak (BBM) eceran, Pertamini dan usaha sejenisnya tanpa izin di wilayah Samarinda.
Fuad Fakhruddin menegaskan dukungannya terhadap regulasi baru ini. Menurutnya, larangan penjualan BBM eceran tidak hanya tentang menghentikan aktivitas ekonomi masyarakat, tetapi lebih pada jaminan keamanan dan keselamatan mereka.
Dia menyoroti bahwa penjualan BBM, termasuk Pertamax, Pertalite dan jenis bahan bakar lainnya, seharusnya berada di bawah kewenangan Pertamina.
“Kalau soal ekonomi, pihak Pertamina sendiri kan punya aturan, dan melalui ketentuan yang sudah menjadi kewenangan mereka untuk menjual bahan bakar minyak,” tutur Fuad.
Dia menjelaskan bahwa meskipun Pertamina memiliki aturan yang ketat terkait penjualan BBM, namun di daerah Kalimantan, praktik penjualan BBM eceran sangat menjamur dan kurang mengindahkan standar keamanan.
“Kalau minyak ini kan sangat rentan, sedikit saja tersulut api, akibatnya sangat besar,” terang politisi Partai Gerindra itu.
Fuad berharap regulasi baru ini dapat mendorong para pelaku usaha BBM eceran di Samarinda untuk menghentikan praktik ilegal mereka demi mencegah terulangnya kejadian naas seperti kebakaran yang baru-baru ini terjadi.
“Kalau masyarakat mau menjual BBM yang notabene adalah haknya Pertamina maka harus ikuti aturan Pertamina,” ujar Fuad.
Meskipun sosialisasi telah dilakukan dalam jangka waktu yang cukup lama, namun Fuad menyatakan bahwa masih belum cukup efektif untuk menghentikan praktik penjualan BBM eceran ilegal.
Dia menyebutkan bahwa keuntungan finansial yang dikejar oleh para pelaku usaha seringkali menjadi faktor penghambat dalam menaati regulasi yang ada.
“Karena memang masih melihat keuntungan yang lebih besar makanya terus bertahan, bahkan mesin-mesin pertamini malah semakin menjamur,” ungkapnya.
Dengan dikeluarkannya regulasi baru ini, harapannya adalah masyarakat akan lebih sadar akan pentingnya kepatuhan terhadap aturan serta keselamatan bersama.
Dengan demikian, diharapkan tragedi seperti kebakaran akibat BBM eceran dapat diminimalisir atau bahkan dihindari sepenuhnya di masa yang akan datang.